Bersepeda di Amsterdam, Wisata Seru dan Murah Belanda
Amsterdam adalah surganya para pesepeda. Kebanyakan warganya memilih bersepeda ke mana-mana dibanding naik mobil pribadi. Karena itu buat turis yang berada di kota tersebut, bersepeda di Amsterdam menjadi pilihan wisata seru dan murah selama di Belanda.
Sejarah Bersepeda di Amsterdam
Amsterdam punya sejarah panjang dalam membangun budaya bersepeda. Usai perang dunia II, perekonomian Amsterdam melonjak pesat. Semakin banyak orang yang mempunyai mobil. Kendaraan bermotor dianggap transportasi modern yang terus dikembangkan. Jalan raya dibangun di mana-mana. Pengguna sepeda turun drastis.
Di tahun 70an, gelombang protes terhadap kendaraan bermotor kemudian muncul. Banyak kecelakaan lalu lintas dan korban anak-anak berjatuhan. Amsterdam tak lagi nyaman, karena banyak kendaraan bermotor yang ngebut di jalan. Warga pun berunjuk rasa. Mereka meletakkan meja-meja di tengah jalan dan menggelar pesta makan malam. Para aktivis bermunculan menuntut tata kota yang lebih aman.
Adalah kelompok The First Only Real Dutch Cyclists yang kemudian mengusulkan pada pemerintahnya untuk memberi lebih banyak ruang untuk bersepeda. Para politisi akhirnya menyadari banyak manfaat positif dari sepeda. Kebijakan kendaraan bermotor dan transportasi masal pun diubah.
Tahun 1980-an, di seluruh kota di Belanda perencanaan jalan di tata ulang. Jalur pesepeda diperbanyak. Dan hal ini terbukti suskses. Warga Amsterdam ternyata memang lebih menikmati bersepeda ke mana-mana. Di luar itu ada transportasi masal terpadu yang harganya terjangkau dan bisa diandalkan ketepatan waktunya.
Tahun 2018, tercatat ada 22 juta sepeda di seluruh Belanda. Sementara jumlah penduduknya sekitar 17 juta jiwa atau sekitar 1,3 sepeda per kapita. Namun demikian hanya 85 persen penduduk punya sepeda. Jadi, satu orang bisa memiliki lebih dari satu sepeda. Angka ini menjadi angka kepemilikan sepeda tertinggi di dunia.
Bersepeda di Amsterdam, kita bergabung dengan ribuan orang lainnya yang juga mengandalkan kereta angin ini. Baik warga lokal, maupun turis. Orang sana kalau mau kerja biar sudah dandan cakep juga tetap aja naik sepeda. Beda sama mindset saya, kalau udah cakep mesti naik taksi ke kantor. Duh.. jadi malu sama orang Belanda.
Dari Centraal Station ke Dam Square
Buat turis yang mau naik sepeda di ibukota Belanda ini, bisa rental aja. Ada banyak banget rental sepeda di Amsterdam. Kalau kita masuk pusat kota dari Centraal Station, di dalam kompleks stasiun terpadu ini juga ada.
Di dalam Centraal Station ada yang namanya Macbike Bike Rental. Kami sempat datang ke gerainya. Di sini bisa rental harian atau perjam. Rencananya kami mau rental perjam aja. Atau kalau ada paketan sekitar 6 sampai 8 jam. Harga rental sepeda berbeda-beda, tergantung jenis sepedanya. Kalau rental sepeda footbreak perjam 5 euro, sepeda dengan rem tangan perjam 7,5 euro, sepeda yang punya boncengan buat anak perjam 8,5 euro. Ada juga paket rental 3 jam dan seharian full. Kalau mau lihat lebih lengkap lagi jenis sepeda lain sekaligus harga sewanya bisa cek di website Macbike langsung.
Sayangnya waktu rental gak cocok dengan rencana perjalanan kami. Kalau sewa 3 jam takut kurang lama. Mau nambah 3 jam lagi udah gak bisa karena beririsan dengan jam tutup gerai. Jadilah kami batal rental sepeda di sini. Nanti aja di tengah kota berharap bakal ketemu tempat rental lagi.
Selain itu juga, kami ada tujuan lain sebelum naik sepeda. Yakni menyusuri kanal-kanal di Amsterdam. Ini udah cita-cita banget. Jangan sampai gagal terwujud. Amterdam adalah kota yang terbelah oleh ratusan kanal. Dan itulah keunikannya. Jadi wishlists kami di kota ini adalah ikut canal cruise dan naik sepeda keliling kota pastinya.
Selesai ikut canal cruise, baru jalan-jalan lagi di tengah kota. Liat-liat suasana Amsterdam yang rame banget sama turis di musim panas. Kami berjalan kaki di trotoar yang lebar dari arah Centraal Station menuju kawasan Damrak. Kawasan ini kalau buat turis semacam pusatnya segala sesuatu yang dibutuhkan.
Di tengah jalan ada gerai kentang goreng yang enaaaak banget. Kami mampir beli kentang di Manneken Pis atas cerita suami yang dulu pernah ke Amsterdam untuk urusan kerja. Rasa kentang ini berkesan banget buat bapake sampai gak bisa lupa. Alhamdulillah niatnya datang lagi bareng keluarga kesampean.
Kentang goreng dari Manneken Pis masuk daftar yang paling enak di Amsterdam. Legend-lah katanya. Di Damrak, kita bisa liat antrean panjang untuk membeli kentang goreng di sini. Ukuran kentangnya besar, dan ada kurang lebih 20 jenis saus yang bisa kita pilih buat cocolannya.
Habis makan kentang, sempet belanja di Primark dan main sebentar di Dam Square. Primark itu department store yang harganya bersahabat banget buat kantong orang Indonesia. Kita bisa beli mulai dari kaos kaki, sepatu, kaos, jaket, tas sampai bermacam barang yang bisa dijadikan oleh-oleh di sini. Kapan-kapan kami cerita soal pengalaman belanja di Primark.
Sementara Dam Square adalah semacam alun-alun yang berada di ujung jalan Damrak. Kayak pelataran besar di kota tua Jakarta penampilannya. Bedanya di sini banyak berkeliaran burung merpati yang menarik perhatian anak-anak, termasuk Lana dan Keano.
Gak jauh dari Dam Square ketemu lah A-Bike, tempat rental sepeda juga. Berita bagusnya, di sini jam tutupnya lebih lama dari Macbike. Ada juga paket rental sepeda selama 6 jam yang jauh lebih murah dibanding kita sewa 2 x 3 jam. Fix, pilih sewa sepeda di sini aja.
Sewaktu kita ke sana (Juni 2018), harga rental per 6 jam masih 12.5 euro. Ada sejumlah deposit juga yang mesti kita bayar sebelum sepeda kita bawa. Nanti uang deposit ini dikembalikan begitu kita balikin sepeda yang kita pinjam. Untuk tahun 2020 harga rental sudah diapdet lagi. Bisa kita lihat lebih lengkap di website A-Bike untuk lebih lengkapnya.
Untuk pelayanan, di A-Bike ini lebih casual dibanding di Macbike. Lebih akrab dan hangat ngobrol-ngobrolnya. Kita bisa nitip barang belanjaan juga di sini, biar gak ribet nanti naik sepedanya.
Kami menyewa dua city bike yang ada boncengannya. Satu buat saya boncengan sama Keano. Satu lagi dipakai suami berdua Lana. Ramenya pesepeda di Amsterdam membuat kami gak membiarkan Lana untuk membawa sepeda sendiri.
Menuju Museumplein/ Museum Square
Tujuan kami bersepeda dari Dam Square yakni langsung menuju Museumplein atau Museum Square. Ini adalah wilayah di mana banyak museum berkumpul. Ada Rijks Museum, Van Gogh Museum dan Stedelijk Museum di antara taman-taman yang luas.
Kami mengabadikan banyak gambar dengan latar belakang tulisan “Iamsterdam” di depan Rijks Museum. Sebuah foto yang bersejarah karena pada Desember 2018 (kami ke sana Juni 2018), plang tulisan ini akhirnya dicopot atas permintaan dewan kota. Alasannya, plang “Iamsterdam” telah mengundang terlalu banyak turis ke tempat ini, dan menjadi spot selfie masal yang sangat mengganggu warga lokal.
Memang sih, suka nyebelin liat orang-orang yang hobi selfienya keterlaluan. Banyak yang manjat-manjat dan plangnya jadi keinjak-injak. Bukannya bagus, malah jadi pemandangan yang mengganggu. Kesannya jadi egois karena demi foto dirinya sendiri, mengurangi kenyamanan pemandangan pengunjung lain. Jarang banget plang ini keliatan clear tanpa ada manusia yang nemplok di plat besi penyusun huruf-hurufnya.
Plang “Iamsterdam” pertama terpasang tahun 2004 sebagai bagian dari kampanye merayakan warga Amsterdam yang hidup dalam keberagaman. “Iamsterdam” bermakna “I am Amsterdam” atau “Saya Amsterdam”, ditujukan sebagai simbol masyarakat inklusif yang menerima adanya perbedaan di antara mereka. Gak nyangka juga sih sebenernya, kalau dewan kota Amsterdam berani membongkar ikon yang udah berdiri selama 14 tahun dan menarik banyak turis, demi kenyamanan warganya.
Sekilas tentang The Rijksmuseum, ini adalah museum nasional Belanda yang didedikasikan untuk perkembangan seni dan sejarah negara tersebut. Museum telah berdiri sejak tahun 1798. Rijks dalam bahasa Belanda artinya Kerajaan. Jadi Rijksmuseum bisa diterjemahkan sebagai museum kerajaan. Kami nggak masuk-masuk ke dalam museum karena kunjungan kami di Amsterdam cuma 2 hari. Hari pertama dihabiskan menjelajah wilayah sekitar Amsterdam seperti Desa Nelayan Volendam dan Zaanse Schans. Hari kedua ya sekarang ini, ikut canal cruise dan bersepeda keliling kota.
Kami sangat menikmati taman dan ruang-ruang terbuka di Amsterdam. Taman di Museum Square termasuk taman yang lengkap. Ada fasilitas lapangan olahraga dan taman bermain anak juga di sini. Di sebelah lapangan, ada tap water yang airnya sudah bisa langsung dikonsumsi.
Toilet ada juga, meskipun saya sih tetep males pake toilet umum. Urinoir buat cowok di sini malah bentuknya terbuka. Kalau gak kepaksa banget, kayaknya baru ke sini.
Saat kami di Amsterdam, musim panas baru aja mulai. Matahari udah cerah, tapi udaranya masih dingin. Orang-orang banyak yang memanfaatkan waktu untuk berjemur di lapangan rumput. Gak kayak kita masyarakat tropis, buat negara dengan empat musim seperti Belanda, sinar matahari yang hangat itu berasa mewah. Buat kita sih udah gak aneh kan ya. Makanya pas ke sini justru nyari tempat yang rindang.
Di lapangan rumput Museum Square, barulah Lana kami lepas untuk bersepeda. Ini lebih aman buat mereka dan juga buat pengguna sepeda lainnya. Di jalan-jalan Amsterdam, lalu lintas bersepeda itu sibuk sekali. Sepeda bukan sekedar kendaraan rekreasi atau mainan. Makanya banyak pesepeda lokal yang agak “galak” sama turis bersepeda. Sebab turis bersepeda itu dianggap terlalu santai-santai di jalan. Ini yang suka dianggap menghambat perjalanan.
Di lapangan ini juga Keano ngejajal sepeda berukuran besar. Kalau di Depok, sepeda Keano bentuknya BMX. Sepeda kayak gini baru sekali dinaikinya. Enak sih, mama papa duduk di bawah pohon, ngawasin anak-anak main sepeda. Gak takut ketabrak motor atau mobil. Kalau hilang keseimbangan paling mereka jatuh. Ya biarin aja, biar mereka bangun sendiri.
D sini juga kami membuka bekal makan siang. Di hotel saya masak nasi, sosis dan salami. Ada juga kering kentang yang kami bawa dari Indonesia. Semua makanan ini dipacking, masuk dalam tas, jadi deh bekal. Piknik siang-siang, murah meriah. Dekat hotel kami yang asik banget di Amsterdam Sloterdijk, ada minimarket tempat kami membeli stroopwafel. Camilan khas Belanda ini jadi penutup makan siang yang manis di Museum Square.
Selesai makan siang, kami naik sepeda lagi. Muterin sedikit halaman Museum Van Gogh dan The Royal Concertgebouw. Museum Van Gogh adalah tempat di mana sebagian besar karya pelukis kenamaan Van Gogh tersimpan. Sedangkan The Royal Concertgebouw adalah gedung konser ekslusif yang telah berdiri sejak tahun 1881.
Tamasya ke Vondel Park
Tujuan selanjutnya adalah tamasya ke Vondel Park. Ini taman kota paling besar di Amsterdam. Luasnya mencapai 45 hektar. Vondel Park juga taman yang paling terkenal di seluruh wilayah Belanda. Pengunjung yang ke sini mencapai 10 juta orang pertahun. Cara terbaik mengeksplorasinya adalah dengan naik sepeda.
Masuk taman ini gratis. Vondel Park dibuka untuk umum pada tahun 1865 sebagai tempat berkuda sekaligus area berjalan-jalan. Dulu namanya Nieuwe Park. Nama Vondel Park mulai digunakan pada tahun 1867, saat patung penyair kenamaan Belanda Joost van den Vondel diletakkan di taman.
Buat anak-anak main di sini aman banget. Keano sibuk ngejar bebek liar yang banyak wara-wiri di sini. Mau lari-larian juga nggak khawatir karena banyak rumput luas sepanjang mata memandang. Istirahat sebentar di Vondel Park sebelum kembali ke keramaian kota.
Kembali ke Damrak
Dari Vondel Park kami gowes lagi menuju Damrak. Petunjuk jalan ngikutin google maps. Simcard eropa yang kami pakai emang bisa banget diandalkan. Internetan lancar jaya. Mau itu nyari jalan pake Gmaps, browsing tempat-tempat yang kece, atau mau update IG gak ada kendala.
Enaknya naik sepeda itu kita bisa nembusin jalan-jalan sempit. Menyusuri gang di antara bangunan antik, serta jembatan-jembatan kecil. Blusukan kayak gini yang kita suka banget. Setiap sudut kota ini keliatan cantik.
Penelusuran kami naik sepeda sampai di Max Euwe Centrum, atau orang setempat menyebutnya Max Euwe Plein. Max Euwe adalah nama juara catur legendaris di Belanda. Ada museum catur di sini. Tapi yang menarik adalah papan catur raksasa di halamannya. Banyak yang main catur outdoor di sini. Kebanyakan opa-opa dengan raut wajah yang sangat serius. Mungkin lagi konsen main caturnya.
Di seberang catur raksasa ini ada Hard Rock Cafe Amsterdam. Di jalan kecil ini memang banyak berderet-deret cafe dan restoran. Ada tempat makan indoor, banyak juga yang outdoor. Bisa buat rekomendasi hangout selama di Amsterdam. Sementara buat kami, waktu rental sepeda udah semakin mepet. Mesti segera dikembalikan ke tempatnya.
Mendekati jam setengah sepuluh malam, sampailah kembali di A-Bike Dam Square. Gerainya udah hampir tutup. Biar sudah malam, belum nampak gelap di sini. Musim panas membuat siang terasa panjang di Eropa. Hal yang kami syukuri, sebab bisa puas main di luar berteman terangnya cahaya matahari. Buat kami, bersepeda di Amsterdam menjadi wisata murah dan seru selama di Belanda. Kenangan yang kami harap selalu dapat menyatukan keluarga.
wah asyiknya ya, semuanya bagus
Iya mbak, makanya sepedahan aja udah seneng di sana