Terkuak Di Balik Foto Kece The Lodge Maribaya Lembang Bandung
Satu-satunya alasan mampir ke sini, adalah pengen tau kayak gimana sih lokasi yang populer banget sebagai tempat wisata selfie. Dalam skala 1 sampai 10, nilai selfie saya mungkin bisa diberi angka 7. Sementara suami, kalau selfie jadi kategori penilaian di sekolah, pasti rapornya merah.
Jalan ke The Lodge Maribaya, sesungguhnya gak semulus hasil foto para pengunjungnya di Instagram. Udah berkelok, aspalnya juga seadanya. Cuma, dorongan pengen tampil kece di beragam medsos mengalahkan segalanya. Pengunjung datang dari berbagai penjuru, memenuhi jalanan dan kantong parkir. Cuma sedikit yang bener-bener pengen menikmati keindahan hutan pinus. Selebihnya, berlomba tampil cakep, lalu cekrek, jangan lupa diupload terus dishare. Oiya, biar yang nge-like banyak, captionnya harus pake quote yang keren juga. Gak perlu susah mikir, di google juga banyak kok. Tinggal cantumin aja nama yang nulis di ujung postingan.
The Lodge Maribaya berada di kawasan Lembang. Menuju ke sana bisa dari Lembang tentunya, bisa juga dari Dago. Lihat aplikasi maps aja, mana yang lebih lancar perjalanannya. Rute perjalanan sengaja saya tampilkan Terminal Ledeng sebagai titik awal. Biar gak bingung cari ancer-ancer. Yang jelas, The Lodge ini letaknya di punggungan bukit. Jadi harap maklum jalannya agak sempit karena mesti kompromi dengan jurang. Sebagian jalan, baik itu lewat Lembang ataupun lewat Dago, hanya pas-pasan dan mepet banget untuk dua mobil beralawanan arah.
Kami waktu itu berangkat dari Ciumbuleuit –nginap di apartemen Parahyangan Residences– lewat jalur Lereng Anteng dan ke arah Tebing Keraton. Hitungannya jalan alternatif, lebih sepi dan sempit dibandingkan lewat Setiabudi dan Lembang. Tapi lebih enak, apalagi kalau mau sekalian lihat-lihat dan mampir ke Lereng Anteng dan Tebing Keraton. Berhubung sudah pernah dan belum lama juga ke dua-duanya (lihat di sini, dan di mari), jadi kami lanjut terus ke The Lodge.
Masuk ke The Lodge waktu itu kami membayar 25 ribu per orang (April 2017). Saat itu weekend. Kalau weekday 15 ribu, sementara libur nasional melonjak menjadi 35 ribu per orang, sekali masuk. Saking banyaknya pengunjung, pengelola memiliki lahan parkir cukup jauh dari lokasi. Parkirnya luas. Mobil pribadi sampe bus rombongan bisa leluasa ambil tempat. Biar pengunjung gak cape jalan, dari lokasi parkir luar disediakan shuttle. Shuttle berupa angkot yang bisa kita naikin gratis bolak balik. Cukup menolong kok shuttle ini, dan menyenangkan pula buat anak-anak.
Bisa ngapain aja di The Lodge?? Foto-foto tentunya. Pemandangannya memang bagus, berlatar bukit pinus yang hijau, segar di mata. Pendapat saya sih, kalau pengunjungnya lebih sepi, bisa lebih syahdu di sini, dan betah banget deh berlama-lama. Tapi masalahnya, bukan saya doang yang mikir gitu hahaha.. ada ratusan, bahkan mungkin ribuan orang di hari libur yang berpikir sama kayak saya. Jadilah, kalau mau foto dengan spot bagus, harus antre. Kecuali, mau foto pemandangannya bercampur juga dengan foto pengunjung lain sebagai latar belakang.
Photospot, memang salah satu daya tarik yang dijual pengelola. Ini daya tarik terbesarnya, saya kira. Sebagian lokasi gratis, kami memanfaatkan yang ini ajah hahaha.. sebagian lain, bayar dong. Paham sih, soalnya di tempat foto berbayar, gak cuma disediakan pemandangan ciamik, tapi juga artificial set. Tukang fotonya juga sudah disediakan, sehingga angle kameranya memang sudah pilihan.
Contohnya, sering liat kan di instagram, berfoto diatas sepeda yang meluncur diatas seutas tali. Hasilnya keren ya??? Prosesnya? lumayan bikin senyum-senyum sih. Para pengunjung yang sudah membayar (lagi) untuk difoto, antre panjang. Catet ya, waktu kami ke sana pas hari libur soalnya. Antrean mau foto beginian udah kayak ular. Pas udah gilirannya, pengunjung dipasang pengaman, naik ke sepeda, kemudian ditarik ke tengah oleh petugasnya. Photografer lalu teriak mengarahkan gaya. Harus teriak bukan karena galak. Tapi, lokasi tukang fotonya emang rada jauh. Setelah 3 atau 4 kali pose, cepet-cepet sepeda ditarik lagi, ganti deh sama pengunjung lain. Proses foto ini, cuma sekitar 1 menit. Lebih lama antrenya. Petugas dan tukang fotonya udah bener-bener fasih melayani pengunjung. Semua berlangsung taktis dan cepat banget.
Yang lumayan lama, adalah proses foto di hammock bertingkat. Soalnya butuh usaha untuk manjat ke hammock yang paling atas. Mungkin nanti pengelola punya cara yang lebih jitu untuk mempercepat proses ini, sehinga pengambilan gambar bisa lebih cepat lagi.
Gimana sih wujud tukang potretnya? nah liat gambar atas ya, orang yang duduk di bawah payung oranye. Kayak gitulah. Di setiap spot foto udah ada fotografer yang manteng di lokasi masing-masing. Lokasi ini udah tempat yang paling strategis memotret objek, sehingga menghasilkan gambar spekta.
Di The Lodge Maribaya ini, akhirnya saya paham gimana caranya bisa dapat foto orang main ayunan di ketinggian pepohonan hutan. Semua ada teknologinya, dan terus terang saya salut banget sama niatnya menciptakan image berayun ekstrem itu.
Pengelola membangun tower baja mini, yang mengingatkan saya pada gondola pembersih gedung-gedung bertingkat. Tower ini memiliki poros yang bisa berputar. Gunanya untuk menaikturunkan penumpang. Kalau mau naik atau turun, ujung yang terdapat ayunan diputar mengarah ke tempat landai. Begitu penumpang naik, putar lagi arahnya hingga si penumpang tampak berayun di udara. Tinggal foto deh. Ini juga prosesnya cepet banget. Saat berayun gak lebih dari satu menit. Jadi petugasnya udah bagi kerja, ada yang atur antrean, pasang pengaman, lepas. Semua sistematis dan patut dikasih jempol. Yang lama, sekali lagi barisan menunggunya, karena peminat banyak yaaah..dan wahananya cuma itu aja. Selain antre buat foto, tenang saja bagi yang senang ngantri, masih ada satu antrean lagi, yaitu waktu ambil hasil foto Jadi mesti sabar-sabar buat eksis di instagram.
Suasana di The Lodge kalau boleh digambarkan jadi macam studio foto outdoor. Segala macam gadget berkamera nongol dah dibawa pengunjung ke sini. Orang-orang juga berfoto gak malu-malu lagi dengan bermacam gaya. Serulah nontonnya.
Kami?? gak mau ketinggalan dong. Yang fotonya paling dikit cuma pak suami, yang memang jatahnya jadi fotografer dan videografer.
Selain studio foto outdoor, The Lodge Maribaya sebenernya punya daya tarik lain. Yakni restoran dan penginapan. Salah satu restorannya, adalah Omah Bambu, tempat kami makan siang. Menunya adalah masakan khas sunda. Untuk makanan berat, disajikan prasmanan kayak di rumah makan Ampera atau Laksana. Untuk minuman dan camilan, mesti pesan.
Resto Omah Bambu ini desainnya juga apik. Pemandangannya bukit pinus, hawanya seger, dekornya juga asik. Saran aja, jangan ke sana pas peak season, karena semua itu jadi susah dinikmati karena penuhnya pengunjung. Makanan juga jadi banyak yang habis. Sebenarnya, pengelola udah antisipasi sih. Kalau meja masih penuh, resto gak terima pengunjung baru. Cuma kan ya, waktu masak untuk menyiapkan menu pasti lebih lama dari pergantian pengunjung yang cepet banget. Soal rasa, yah lumayanlah untuk menghilangkan rasa laper. Soal harga, menurut saya agak mahal. Tapi tetap terbilang wajar, karena resto ini jualannya lokasi dan suasana, hal yang tetap harus dibayar.
Di dalam Omah Bambu Resto, tetep ada spot bagus mengambil gambar. Jadi, abis makan jangan cepet-cepet keluar. Rugi. Nyantai aja dulu di terasnya. Meja makan boleh kita tinggal buat pengunjung lain yang udah kelaperan. Soalnya, masuk ke seluruh lokasi The Lodge gak boleh bawa makanan dan minuman dari luar. Makanya selain Omah bambu, ada satu cafe lain dan foodstall juga yang menyediakan beragam makanan dan minuman. Untuk foodstall tersedia lumayan banyak dengan beragam pilihan makanan untuk ganjel perut. Btw, tiket masuk yang kita bayarkan juga sebenernya bisa ditukar dengan minuman gratis. Tapi, minuman gratis ini adanya deket pintu keluar. Jadi agak males kan bolak balik untuk ambil minum doang. Apalagi, lokasi konturnya berbukit yang mengharuskan kita berjalan turun naik.
The Lodge Maribaya sebenernya sudah ada sejak tahun 2005. Tadinya nih, cuma untuk kegiatan outbond dan berkemah aja. Sampe sekarang outbond dan berkemah masih bisa di sini. Kemahnya macam glamping, yang peserta cukup bawa badan aja. Nginep di villa juga bisa. Untuk lebih jelasnya, boleh dibuka Web The Lodge Maribaya
Keluar lokasi, ada pasar dadakan yang menyediakan produk petani lokal. Ini juga bikin seneng karena sayurannya masih seger-seger dan harganya murah. Kalau ke sini, jangan lupa belanja ya. Biar warga setempat juga kebagian rejeki dari banyaknya pengunjung yang menuh-menuhin kampung mereka. Dialokasikanlah budgetnya, jangan habis buat berfoto doang. Peace ah..✌?
*****
Kereeen.. artikelnya, potonya, yang dipoto.. jd penasaran sm kang potonya.. ;D
Kalo mau lihat, datangnya sj ke berkah om..
Gasss