Jangan ajak anak ke daerah ini di Phuket
Kalau biasanya kami cerita soal tempat yang asik, layak dan aman buat ngajak anak, kali ini sebaliknya. Jangan sampe deh ngajak anak ke sini. Buat orang dewasa, mungkin tempat ini seru dan hype banget. Tapi buat anak-anak, not recommended.
Di Phuket, Thailand, ada yang namanya Bangla Walking Street. Isinya deretan kafe, resto, pub, klub malam ada juga sejumlah toko suvenir murah-murah. Sebenernya saya sih sudah pernah baca-baca kalau di sini ini semacam pusat hiburan malam di Phuket. Makanya memang menghindari lokasi ini saat jalan ngajak Lana dan Keano.
Tapi apa daya, gara-gara pengen ke sebuah mall, jalan yang paling deket ternyata cuma lewat tempat ini dari hotel atau pantai. Kalau muter, jauhnya ampun-ampunan. Jadilah kami lewat juga. Dan berhubung hari masih siang. Saya dan suami pikir masih amanlah lewat.
Dugaan kami bener juga sih. Siang-siang Bangla Walking Street sepi. Amaaan buat ngajak Lana dan Keano menyusuri jalan. Sempet mampir juga di beberapa toko. Beli sandal jepit dan sejumlah suvenir untuk oleh-oleh. Gantungan kunci, aneka gelang tangan dan kaki, tas, lucu-lucu banget dan harganya murah meriah. Bisa beli cukup banyaklah walau bermodal rupiah. Siang itu pulang pergi ke mall lewat Bangla Walking Street jalan kaki, terkendali.
Oiya, di Phuket sini transportasi umum massal kayak bus gak bisa diandalkan. Selain jadwalnya gak jelas, kayak metromini di Jakarta, faktor bahasa juga jadi kesulitan. Gak ada petunjuk berbahasa Inggris sama sekali buat naik bus ini. Termasuk di mana mesti nunggu, atau bus nomor berapa tujuannya kemana. Jadilah ke mana-mana andalannya taksi atau tuktuk.
Fyi tuktuk di sini rodanya empat, beda sama kendaraan sejenis yang beroda tiga di Bangkok. Tampilannya lebih mirip antara odong-odong atau angkot. Sekali naik lumayan. Untuk jarak dekat mintanya minimal 200 bath, atau sekitar 80 ribu rupiah sekali jalan sesuai kurs waktu itu. Makanya kalau deket-deket, mending jalan kaki saja.
Meski secara umum sepi, ada juga sih beberapa klub yang buka siang-siang. Waiternya perempuan-perempuan berbalut tanktop dan hotpants. Okee, yang begini sih di pantai juga banyak. Anak-anak juga udah gak heran. Yang penting saya selalu kasih pemahaman kepada mereka tentang perbedaan cara kita berpakaian dan kenapanya.
Tapi biar lebih nyaman, kami tetap menghindari jalan dekat-dekat kafe. Ambil jalan sebrangnya, dan berjalan lebih cepat. Alihkan perhatian anak-anak, jangan sampai lihat.
Kalau pagi siang sore, Bangla street ini tetap berfungsi seperti jalan biasanya. Kendaraan bermotor lalu lalang, dan parkir seperti biasa. Tapi kalau malam, jalanan ini hanya untuk pejalan kaki.
Siang berlalu, kami sukses melewati Bangla bolak balik bawa anak dengan damai. Hingga tibalah matahari terbenam. Perut lapar dan tujuan kami pengen makan di Banzaan Night Market yang sudah jadi tempat incaran untuk didatangi selama di Phuket. Tempat ini sebenernya deket banget. Masalahnya cuma satu, kalau mau ke sana jalannya mesti lewat Bangla Walking Street. Sempet deg-degan dan bimbang sebelumnya. Lewat gak yaaa… Tapi akhirnya kami putuskan lewat juga.
Tapi yang ada saya nyesel setengah mati ngajak Lana dan Keano lewat sini. Ketemu juga beberapa turis yang bawa anak. Tapi seperti kami, mereka juga sekedar lewat, karena ini jalan terdekat dari pantai ke arah Jungceylon mall ataupun night market yang kids friendly. Kalau siangnya kami cuma lihat mbak-mbak waiter sexy, malemnya atraksi pole dancer udah mulai. Tiang-tiang penari berada di atas meja yang rata-rata terletak benar-benar di pinggir jalan dan terbuka.
Bangla Walking Street ini memang kawasan khusus pejalan kaki. Klub-klub di pinggirannya hampir semua tanpa sekat. Jadi kayak menyatu gitu dengan pedestrian. Dan pole dancing yang menurut saya cuma layak disaksikan orang dewasa, keliatan bangetlah dari tengah jalan.
Sebagai emak-emak, saya paniklah. Situasi di sini dan atmosfer sebagian besar pengunjungnya memang nggak banget buat family. Sambil melindungi pandangan Lana dan Keano dari pertunjukan di kanan kiri jalan, saya ajak mereka berjalan cepat. Tangan saya mengarahkan wajah dua bocah ini biar cuma bisa ngeliat kedepan. Sampe crowdnya lewat, baru bisalah saya bernafas lega. Hasil diskusi dengan suami, nanti pulangnya jangan sampelah lewat sini lagi.
Jalan ngebut ngelewatin Bangla Walking Street sukses bikin keringetan dan perut tambah lapar. Gak pake lama, sampai juga di Banzaan Night Market. Lokasinya persis di depan Bangla Boxing Stadium, tempat pertandingan Thai boxing biasa digelar.
Di night market ini, seafood jualan utamanya. Pedagangnya banyak. Kami memilih tempat yang penjualnya pake hijab.
Malam itu kami makan banyak. Setelah makan, kembali jalan pulang ke hotel. Ambil jalur memutar yang ternyata benar-benar jauh. Sampai di hotel , perut sampe agak laper lagi. Tapi lapernya kalah sama pegelnya kaki dan capek badan.
Bangla Walking Street, sorry, bukan tempat yang cocok untuk dilewati bagi kami, yang suka ngajak anak ke mana-mana berjalan kaki.
*****
kalo liat foto2nya aku lgs keinget ama Clark, Filipina. aku ama suami nginep di sana tanpa tau kalo itu red districtnya Phillipines :p.. untungnya ga bawa anak2, jd sbnrnya msh bisa nikmati. persis banget kayak bangla ini. Pub sepanjang jalan, cewe2 penghibur banyak :D.
kalo bangla aku blm prnh datangin mba, palingan patpong kalo di thailand. itu jg serem. lbh agresiv. aku udh jelas2 ama suami yaaa, ttp aja kita ditawarin cewe2 penghibur. tangan sampe ditarik2. agak kapok jadinya kalo ke patpong. Clark yg lbh terbuka dan gila aja ga sampe agresiv.
sama. saya juga pernah keselip di Clark Filipina. Untungnya lagi gak bawa keluarga. Cari penginapan di online, ternyata kawasannya 'rame'
Kalo patpong mah, ya begitu dah. sudah jelas hehe