Camping di Danau Tamblingan Bali, Bisa?
Niat camping di Danau Tamblingan, Bali, tercetus pada pekan terakhir Desember 2020. Waktu itu kami berada di tengah road trip 14 hari dari Depok, Jawa Barat, menuju Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Danau Tamblingan berada di bagian tengah Pulau Bali. Lokasinya dataran tinggi, tempat yang jarang banget kami kunjungi kalau ke Bali. Apalagi lokasinya lumayan jauh dari Denpasar. Beberapa kali ke Bali, fokusnya pasti ke pantai terus. Begitupun waktu sebelumnya kami pernah road trip Jawa-Bali-Lombok. Di kesempatan lain, paling cuma sesekali ke Bedugul, di mana ada Danau Beratan dan Pura Ulun Danu di tepiannya. Atau kalau lagi iseng, sekedar lewat-lewat di Ubud sampai Kintamani. Beda banget kalau ke pantai, kami bisa menghabiskan minimal setengah hari main-mainnya.
Nah, Danau Tamblingan sendiri berada gak jauh-jauh amat dari kawasan wisata Bedugul. Tepatnya di kawasan Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng Bali. Danau Tamblingan ini bagian dari tiga danau yang terbentuk dalam sebuah kaldera besar bersama dengan Danau Buyan dan Danau Beratan. Sementara Danau Beratan udah jadi kawasan turis banget dengan wisata Bedugulnya, maka Danau Tamblingan dan Danau Buyan sering menjadi pilihan untuk camping. Camping di Danau Tamblingan, Bali, jadi pilihan karena kondisinya yang masih alami, selain tentu saja keindahannya yang gak kira-kira.
Niat camping di Danau Tamblingan Bali juga semakin menggebu, setelah beberapa kali browsing dan melihat keindahan Tamblingan melalui sejumlah foto. Dari artikel yang kami baca, saking bagusnya danau ini, selain banyak yang camping ternyata banyak juga yang melakukan foto prawedding di lokasi.
Kami tiba di Pelabuhan Gilimanuk, Bali, sore menjelang maghrib, naik ferry dari pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Sampai Gilimanuk, sempat makan dulu di rumah makan Ayam Betutu Men Tempeh dekat pelabuhan. Semula malam itu kita mau buka tenda di pantai Karang Sewu yang lokasinya juga masih sekitar pelabuhan. Tapi kok ya, setelah di survey di hari yang mulai gelap, lokasinya kurang kondusif. Kita gak bisa buka tenda pula di samping mobil. Akhirnya rencana tersebut diurungkan. Langsung aja malam-malam meluncur ke Danau Tamblingan.
Normalnya, menurut Google Maps, perjalanan ke Danau Tamblingan dari Pelabuhan Gilimanuk sekitar 2,5 jam. Tapi itu perjalanan dihitung berdasarkan kecepatan mobil standar. Sementara kami naik Land Rover Series keluaran tahun 1964, mobil klasik yang kalau digeber paling cepat juga cuma sekitar 70-80 km/jam. Kasian juga kan mesinnya kalau digeber terus-terusan. Makanya perjalanan jadi molor sekitar 4 jam, belum lagi ditambah nyasar, mampir istirahat, dan kebelet di tengah jalan.
Kami sampai di Danau Tamblingan sekitar tengah malam. Menuju danau melalui perkampungan yang sudah sepi banget. Semua orang sudah tidur rupanya. Mengandalkan peta digital, sampailah di gerbang masuk Danau Tamblingan. Selain gak menemukan jalan masuk mobil menuju ke dalamnya, kami juga mendapati pengumuman mengejutkan di gerbang. Yakni, Danau Tamblingan ditutup untuk kegiatan camping selama pandemi. Wadaw… sudah jauh-jauh ke sini, perjalanan naik turun melintasi bukit, gelap malam pula gak ada orang atau petugas, lokasinya ditutup dan kita gak bisa masuk. Sediiiiiih… mana capek juga karena belum tidur sejak perjalanan dari Probolinggo.
Di tengah rasa pasrah, kami putar balik dong. Tadi gak jauh dari sini sempat lihat ada warung kecil yang punya pelataran samping agak luas. Kayaknya bisa dijadikan parkiran dan buka tenda velbed. Sudah malas juga nyetir jauh-jauh. Warung tadi letaknya di pinggir jalan, dan punya pemandangan lepas ke arah perbukitan. Di pelataran warung tersebut akhirnya kami berlabuh. Saya dan anak-anak tidur di mobil. Suami buka tenda velbed, begitu juga Om Novem dan istri membuka tenda velbed masing-masing. Mereka rekan seperjalanan kami semenjak dari Depok. Sama-sama naik Landy series, senasib sepenanggungan naik mobil antik yang selow di jalan.
Alhamdulillah, pemandangan pagi di pinggir warung sukses memberi penghiburan. Biar parkir sekedarnya di pinggir jalan, ternyata pemandangan kampung dan Danau Tamblingan dari tempat parkir ini bagus banget. Kampung dan danau tampak berselimut kabut dan awan. Duuh kereeen. Apalagi saat matahari mulai muncul. Hasrat untuk ke Danau Tamblingan masih terpendam. Dan pas yang punya warung bangun, langsung deh tanya-tanya. Masih bisa nggak sih pengunjung ke Tamblingan?
Informasi dari Mbak yang punya warung membesarkan hati. Dia bilang masih bisa kok ke Tamblingan. Bahkan mobil tetap bisa masuk sampai pinggir danau. Tapi memang nggak bisa untuk camping lagi. Kegiatan camping di Danau Tamblingan Bali sementara distop. Selain karena pandemi, kawasan ini juga mau ditata ulang. Katanya dulu gara-gara banyak yang camping jadi banyak sampah. Padahal lokasi danau adalah kawasan suci buat umat Hindu. Ada pura di sana, dan banyak yang umat yang datang untuk kepentingan ibadah.
Mbak pemilik warung juga memberi petunjuk jalan mobil menuju Danau Tamblingan. Ternyata cuma melipir sedikit aja dari gerbang. Langsung deh, gak buang waktu mumpung masih pagi kembali ke Danau Tamblingan. Dan beneran gak nyesel begitu melihat pemandangannya dari dekat di pagi hari. Indah.
Masuk Danau Tamblingan gratis. Cuma ada kotak sumbangan kebersihan yang ditaruh warga lokal persis ketika memasuki area danau. Kotak ini bisa diisi sukarela. Udara pagi di sini dingin banget. Rasa dingin itu akan berkurang begitu matahari mulai nongol. Meski begitu, sepanjang siang udaranya tetap sejuk. Sekelilingnya adalah kawasan hutan dan perbukitan. Kalau lihat-lihat paket wisata, di sini banyak yang menawarkan trip trekking menjelajah hutan.
Meski gak bisa camping di Danau Tamblingan, Bali, kami bersyukur sempat mampir ke sini. Gak nyesel semalam sampai menginap di pinggir jalan, gak jauh-jauh dari Tamblingan. Kami berada di Danau Tamblingan pada saat terbaiknya. Yaitu ketika matahari belum lama terbit dan cuaca sedang cerah. Langit sedang biru-birunya, dan bias sinar matahari masih beradu kuat dengan tebalnya kabut. Air di danau Tamblingan pun tampak jernih dan dingin banget kalau kita mencelupkan kaki ke dalamnya.
Kalau baca-baca sejumlah artikel, katanya di sekitar Danau Tamblingan ada 11 pura. Tapi kami cuma melihat satu pura saja di tepi danau. Itu juga gak sempat masuk dan lihat-lihat ke dalam. Aktivitas yang bisa dilakukan di sini salah satunya adalah naik sampan keliling danau. Kita bisa menyewanya ke warga setempat. Sayangnya waktu kami ke sana, fasilitas kamar mandi dan toilet gak tersedia. Ada bangunannya tapi terkunci. Sama seperti bangunan loket di depan, ada bangunannya tapi tak difungsikan. Mungkin karena sebenarnya aktivitas wisata di tempat ini sedang dihentikan sementara. Katanya sih, ke depan fokus Danau Tamblingan akan menjadi tujuan wisata spritual, bukan wisata yang bersifat massal. Mungkin bakal selamanya memang gak akan bisa lagi camping di Danau Tamblingan Bali. Entahlah, kita lihat saja nanti.
Pas lagi asyik mengeksplore sekitar danau, ada petugas yang datang menanyakan apakah kami akan camping di sini. Mungkin karena melihat setelan landy yang terasa siap camping di mana saja hahaha.. Pak petugas ini mengingatkan kalau saat ini memang belum boleh camping di Danau Tamblingan Bali. Kalau datang di siang hari untuk menikmati pemandangan masih dipersilakan. Kami pun menjelaskan kalau kita memang berkunjung saja. Hari ini cuma mau buka awning dan sarapan di pinggir danau. Pak petugas pun meninggalkan kami dengan ramah.
Saat kami keluar lokasi danau, sempat mampir ke penginapan milik warga buat numpang mandi. Pemiliknya cerita sudah berbulan-bulan penginapannya sepi tamu. Dulu, hampir tiap akhir pekan penginapannya selalu penuh. Ada saja acara di Danau Tamblingan. Banya acara-acara semacam outbond sehingga yang menginap di tempatnya banyak rombongan. Sekarang, penginapan tampak terbengkalai. Sedih ngeliatnya. Pandemi telah memukul industri pariwisata. Hari itu, ia membuka kamar untuk kami tumpangi mandi. Satu orang dikenai biaya lima ribu rupiah. Gak lama kami di sana. Setelah semua selesai mandi segera pamit. Gak lupa mendoakan agar Bapak pemilik penginapan mendapat cara untuk kembali mengais rezeki.
Keren om/tante cerita perjalanannya.
Salam
Pejalan
https://pejalan.id
Thanks ya om/tante sudah mampir di ajakanak.com
Aaghhhhh selalu suka baca petualangan kalian :D. Sayang bangettt ya mba sampe udh tengah malam tp malah tutup :(. Itu beruntung banget sih Nemu warung yg pelatarannya bisa dipakai sementara. Ga kebayang aku kal msh hrs balik lagi nyari tempat tidur :o.
Sedih tiap baca penginapan di Bali yg jd sepi sjk pandemi :(. Semoga aja mereka membaik yaaa. Dapet rezeki dari pintu yg lain.
Iyaa.. tapi sekarang kayaknya Bali rame lagi. Liat postingan teman minggu lalu di sebuah pantai di sana udah kayak cendol orangnya hehehe