DestinasiEropa

Ada Pedagang Wine Asongan di Menara Eiffel

Ada dua tempat yang bikin saya terharu waktu backpacking bersama anak k
e 6 negara di Eropa. Pertama, begitu ngeliat menara Eiffel saat senja. Kedua, waktu datang ke stadion Real Madrid, Santiago Bernabeu, dan masuk ke dalam museumnya. Dua momen itu bikin saya merinding dan kehabisan kata. Tapi kali ini saya mau cerita soal Eiffel Tower dulu ya. Lain kali saya cerita pengalaman saya saat masuk kandangnya Real Madrid.

Ada beberapa sudut favorit memandangi Eiffel di kota Paris. Yakni dari Taman Champ de Mars, Jembatan Bir Hakeim, Sungai Seine dan Trocadero. Di titik-titik inilah biasanya wisatawan berkumpul, mengambil foto, dan mengagumi bangunan yang sempat menjadi menara tertinggi di dunia ini.
Soal Eiffel pasti udah ada jutaan orang yang nulis, bahkan sampe dijadiin film. Tau kan film Eiffel I’m in Love? Nah, saya gak tau apa isi filmnya hehehe… wong gak pernah nonton, cuma tahu judulnya saja. Tapi yang jelas, saya jatuh cinta sama Eiffel begitu ngeliat lampu-lampu mulai menyala di sekujur bangunan menaranya.

Harap dicatat, bukan saya doang yang lebay ya, momen mulai menyalanya lampu Eiffel ini memang ditunggu-tunggu para pengunjung. Sampe-sampe ketika kejadian itu beneran dateng, orang-orang pada tepuk tangan dooong. Sesudah lampu menyala masih ada atraksi cahaya lain. Ada saat-saat di mana sejumlah titik lampu menyala lebih terang dan membuat Eiffel tampak lebih  gemerlap. Cakeplah pokoknya. Memandangi Eiffel di malam hari adalah salah satu kegiatan yang paling asyik saat di Paris.

Tahu nggak, Menara Eiffel sudah didatangi rata-rata-rata 7 juta orang setiap tahun. Jumlah ini jauh lebih banyak dari jumlah penduduk Kota Depok, yang cuma sekitar 1.8 juta orang di tahun 2018.
Sebagian besar yang ke sini orang asing, di antaranya orang Depok lho?.

Ya wajarlah ya, buat orang lokal ngeliat Eiffel itu biasa banget. Soalnya bangunan ini sudah ada di Paris sejak tahun 1889. Ukurannya juga gak main-main, tingginya sampe 324 meter, hampir 2,5 kalinya tinggi Monas di Jakarta. Jadilah si Eiffel ini gampang keliatan dari berbagai penjuru kota. Nama Eiffel sendiri diambil dari nama arsiteknya yaitu Gustave Eiffel. Buat orang asing, salah satu alasan dateng ke Paris ya pengen liat menara ini. Keano dan Lana sejak belum berangkat trip malah sudah bilang terus, mau ke Paris mau lihat Eiffel. Dan sampailah kita di hadapan menara besi, terus akhirnya bisa senyum-senyum sendiri.

Perjalanan kami ke Eiffel dimulai dari Amsterdam, Belanda. Jam 11 malem naik flixbus menuju Paris. Bus ini favorit para backpacker kalau mau bepergian antara Belanda-Perancis. Naik bus malam itu setidaknya menghemat biaya hotel karena kita tidurnya ya di bus. Makanya cari bus yang nyaman biar boboknya nyenyak. Pesan Flixbus sejak dari Indonesia secara online. Nanti tiketnya diemail langsung ke kita. Tiket ini sebenernya gak perlu diprint. Karena pas mau naik kita tinggal tunjukin QR Code yang tercantum di tiket via handhone. Setelah discan sama awak bus (pake aplikasi hape juga) langsung naik. Busnya juga datang tepat waktu.

Singkat cerita, kami sampai di Paris jam 6 pagi. Setelah ngedrop barang di hotel karena belum bisa check in, jalan-jalan dululah ke Museum Louvre dan Katedral Notredam. Jam 2 siang baru balik hotel dan bobok. Lewat jam 8 malem baru kita mulai perjalanan ke Eiffel. Naik bus dari tempat kita nginep di kawasan Gambetta. Kebetulan banget, halte busnya pas ada di depan hotel.

Ada catatan nih, kalau ke Eropa pas summer, rancu di penyebutan waktu soalnya. Jam 7 malem itu masih terang benderang di sana. Maghrib baru sekitar jam 9 atau jam 10 malam. Jadi kalau saya bilang menikmati senja di Eiffel, menunggu lampu-lampunya nyala yaaa.. jam segitulah adanya. 

Di tengah mahalnya biaya hidup di Paris, mulai dari biaya hotel sampe makan, nontonin Eiffel itu adalah anugerah tersendiri. Sebab bagian ini gratis. Malam pertama kami di Eiffel dihabiskan dengan piknik di taman Champ de Mars. Biar sudah malem tetep rame. Banyak yang piknik sambil bawa wine lengkap dengan gelas-gelasnya. Sebagian ada yang bawa wine sendiri, sebagian lagi tinggal beli dari pedagang asongan. Yes.. betul ada pedagang asongan di sini. Dan ada banyak banget malah. Mereka membawa minuman dalam ember-ember yang udah diisi es batu. Semua yang dijual masuk kategori liquor. Gak ada yang isinya fanta, coca cola atau teh botol hahaha.. untung saja kita bawa tumbler minum sendiri. Isinya air putih, lebih sehat dan dijamin halal.

Saya sempet merhatiin para pedagang asongan ini. Pedagang wine kebanyakan orang Asia Selatan kaya India atau Bangladesh. Sementara pedagang asongan yang jual gantungan kunci hampir semuanya orang Afrika. Eh iya, ada cerita lucu soal pedagang gantungan kunci. Mungkin karena saking banyaknya orang Indonesia ke sini, mereka bisa dong bahasa kita. Nawarin pake kata-kata “murah.. murah.. muraaah”. Dan amazingnya mereka tau loh Incess Syahrini, dengan slogan maju mundur syantiknya hehehehe… Sempet kaget juga pas ada pedagang ngomong gitu ke kita. Di luar itu semua, jualan mereka juga lumayan murah sih untuk ukuran Eropa. Kita bisa beli paketan gantungan kunci  berbentuk menara Eiffel, 5 euro sudah dapat 7 biji.

Penjual souvenir, bisa beberapa kosa kata bahasa Indonesia
Toilet umum otomatis, gratis. Bersih dan modern

Di Champ De Mars ini, ada toilet umum gratis. Di Paris saya memang jarang ketemu toilet umum, tapi bukan karena itu yang membuat toilet ini mau saya ceritain. Ini lebih karena toilet ini sistemnya otomatis. Bentuknya bener-bener kamar kecil. Buka pintunya pakai tombol. Toilet akan menunjukkan tanda sedang digunakan, begitu ada orang di dalam. Dan habis dipakai, toilet otomatis bersih-bersih sendiri. Pemakai selanjutnya mesti nunggu beberapa saat hingga kamar kecil itu menunjukkan tanda bisa digunakan kembali.

Menikmati Menara Eiffel dari Pont de Bir-Hakeim

Gak cukup ngeliat Eiffel di saat hari gelap, kita pandangi lagi menara ini di siang hari. Kali ini dari jembatan Bir Hakeim. Pont de Bir-Hakeim ini sendiri termasuk salah satu titik wisata rekomen di Paris. Jadi kalau datang ke sini, bisa dapat dua suasana sekaligus. Jembatannya yang unik, dan juga view ke arah Eiffel. Jembatan ini membentang di atas sungai Seine, dan jadi salah satu spot menarik untuk berfoto dengan latar belakang menara Eiffel.
Di atas jembatan Bir Hakeim ada jembatan lagi untuk kereta api. Kereta yang melintas di atas beda sama kereta metro bawah tanah yang modern. Kereta ini lebih tua sekaligus antik sih menurut saya. Kita cobain naik juga dan malah berasa naik kereta wisata.

Sudah ngeliatin dari jauh, saatnya deketin bangunannya. Masuk sampe kolong-kolong menara Eiffel. Waktu kita ke sana, lagi ada renovasi. Jadi ada beberapa spot yang ditutup pagar seng, dan lumayan banyak mengundang debu.

Kalau dari dekat, keliatan deh desain bajanya yang cukup rumit. Dulu waktu kuliah pernah dapat pelajaran struktur baja. Sekarang sudah lupa lagi. Intinya yang mau saya ceritain, pas liat struktur baja menara Eiffel, saya jadi inget dosen baja saya dulu yang gak pelit ngasi nilai.

Lupakan struktur baja, kita foto-foto aja biar gampang. Selfie buat update di Instagram kayak orang-orang. Satu hikmah yang saya dapat dari perjalanan backpacking, Paris ternyata gak seglamour postingan artis-artis di instagram. Apalagi saya ngajak anak bepergian naik kendaraan umum. Ada titik-titik di stasiun metro yang bau pesing. Mungkin gara-gara orang yang buang air kecil sembarangan karena toilet umum di sini kebanyakan berbayar satu sampai dua euro sekali masuk.Dan kalau kita naik bus, terutama yang melalui kawasan urban, kehidupan berjalan kayak di Depok. Ada rombongan emak-emak dari pasar yang berisik banget ngobrol di bus. Ada banyak pekerja yang kelelahan pulang malam ketiduran di bus. Ada juga penumpang ngeselin yang gak mau kasih tempat duduk buat orang tua. It’s a real life, gak kaya di film, di mana artisnya kalau di Eropa dandan cantik pake coat dan boots sedengkul. Eits.. ini summer ya… pantesan gak nemu orang dandan kayak gitu hahaha…

Sesi foto-foto di kolong Eiffel juga gratis. Jadi jangan disia-siakan, silakan foto sepuas-puasnya. Kalau mau naik Eiffel baru berbayar. Perjuangannya juga lumayan. Antrenya panjaaaang soalnya. Kami gak naik dengan pertimbangan apa ya?? hehehe.. lupa juga. Tapi emang gak tertarik naik sih. Males juga antre lama. Seperti biasa Keano dan Lana sudah ribut soalnya kalau kecapekan. Kami menghabiskan banyak waktu dengan berjalan kaki. Tambah antre berdiri lagi, bisa berabe. Kalau mereka mau naik Eiffel, biar balik lagi ke sini, suatu saat ketika mereka besar nanti.

Eiffel dari arah Sungai Seine

Dari kolong menara, lanjut jalan kaki ke tepi sungai Seine. Ini juga kawasan favorit turis. Menghabiskan waktu menunggu gelap, di mana matahari baru tenggelam jam 10 malam.
Tepi sungai Seine rameee banget. Salah satu atraksi di sini yaitu naik kapal menyusuri sungai. Ada juga paket-paket dinner di atas kapal. Banyak juga sih pengunjung yang cuma duduk-duduk aja di pinggir kali. Catet ya, kalinya bersih, pinggiran kalinya juga bersih. Untuk makanan ada banyak booth yang jualan di sepanjang tepian. Jadi bisa jajan, terus dibawa duduk sambil menikmati keindahan sungai di senja yang sudah mau jam 10 malam ini. Anak-anak bisa puas lari-larian. Buat yang ngajak anak jalan-jalan pakai stroller juga enak, karena hampir semua jalur ramah buat kereta bayi. Rekomen deh ??

Dari sungai Seine, menyebrang sungai melewati jembatan menjauhi Eiffel, ada satu tempat yang selalu ramai buat melihat Menara Eiffel. Trocadero namanya, sebuah bangunan dengan pelataran atau balkon yang luas, salah satu lokasi favorit buat melihat Menara Eiffel dengan utuh dan jelas. Kebalikan arah dengan Champ de Mars, beda sisi.

Sungai Seine, dan Trocadero di belakangnya
Booth makanan di tepi sungai Seine

Kami menghabiskan malam terakhir di kawasan Eiffel sebelum kembali ke hotel. Subuhnya sudah harus ke bandara, ngejar pesawat ke Madrid. Sebenernya pengen lebih lama di kota ini. Paris gitu loooh.. tapi apa daya, cuma punya waktu sedikit buat jalan-jalan. Semua tempat mesti dibagi-bagi.
Semoga yaaa.. bisa ketemu Eiffel lagi dan bisa menjelajahi Paris lebih lama lagi.

****

Ajak Anak

Hallo, kami Herwin-Yossie-Lana & Keano, keluarga dengan dua anak penggemar traveling. Backpacking, budget traveling, hiking, & camping bersama anak menjadi favorit kami. Di sini kami berbagi cerita traveling dan pengalaman bertualang. Dan percayalah, bagi anda yang suka traveling dan wisata petualangan, melakukannya bersama anak dan keluarga jauh lebih menantang, sekaligus menyenangkan.

2 komentar pada “Ada Pedagang Wine Asongan di Menara Eiffel

  • trakhir kali ke eropa dulu, aku sbnrnya sempet masukin paris. tp akhirnya berubah pikiran dan lebih milih ke Berlin, turki, dan negara eropa timurnya kayak serbia . stay paling lama di bulgaria.

    ada plan sih mau kliling eropa lg, ngeliat tempat suami tinggal dulu di Finland, Bonn, dan pasti mau mapir ke paris next time :). suamiku yg udh puas kliling hampir seluruh negara eropa krn dulu papa mertua diplomat dan kebnyakan penempatan di eropa. Pgn banget pokoknya bisa kliling kesana. nth napa eropa itu lbh menarik buatku drpd amerika.

    Balas
  • aamiin.. mdah2an lancar eurotripnya.
    sempet kepikiran juga dari berlin ke timur eropa. karena sudah pernah ke beberapa kota bagian barat. itinerary awalnya begitu. Tapi karena keluarga belum pernah, jadinya diubah, jadi yang mainstream dulu, yang kota-kota favorit itu hehe

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *