Kuliner Halal di Kawasan Muslim Moabit Berlin Jerman
Bagi wisatawan muslim, menemukan kuliner halal di Berlin, ibu kota Jerman, bukanlah perkara sulit. Banyaknya warga keturunan Turki yang tinggal di kota ini menjadi penyebabnya. Yang paling mudah ditemukan adalah kedai kebab. Yang ini ada di mana-mana. Tapi kalau ingin lebih banyak variasi, kita bisa menemukan kuliner halal di kawasan muslim Moabit, Berlin, Jerman.
Moabit seolah menampilkan sisi lain Berlin. Kita bakal ketemu banyak warga keturunan Turki dan Timur Tengah. Berpapasan dengan perempuan berjilbab jadi hal biasa. Jalan utamanya bernama Turmstrasse. Dulunya, Moabit adalah kawasan industri. Karena itulah banyak warga keturunan Turki di sini. Usai perang dunia II, Jerman membutuhkan banyak tenaga kerja untuk membangun kembali negerinya. Dan sebagian besar tenaga kerja itu datang dari Turki. Mereka kemudian menetap dan beranak pinak di sini.
Maka jangan heran kuliner halal di kawasan Moabit, Berlin, Jerman, mudah ditemukan. Orang Turki yang secara turun temurun memeluk agama Islam, membawa budayanya pula di sini. Memiliki kebudayaan yang mirip, warga keturunan Timur Tengah pun banyak memilih berdiam di Moabit.
Tujuan kami adalah restoran halal yang menjadi favorit banyak orang Indonesia yang tinggal di Berlin. Bukan rumah makan Turki, melainkan restoran yang menjual masakan khas Lebanon dan Persia. Lokasinya pun sudah bukan di Jalan Turmstrasse. Tapi sudah masuk di Jalan Huttenstrasse, letaknya di ujung Turmstrasse masih di kawasan Moabit.
Restoran yang kami incar namanya El Reda. Di dekatnya ada gerai ayam goreng halal City Chicken. Hampir saja Lana dan Keano tergoda masuk. Pada kunjungan saya ke Berlin sebelumnya tanpa keluarga, saya pernah makan di City Chicken. Menu utamanya ayam goreng dan burger seperti restoran cepat saji pada umumnya. Bukan menu barulah buat anak-anak juga. Sementara El Reda menyediakan menyediakan masakan Lebanon dan Persia. Kami semua belum pernah coba sebelumnya. Jadi pilihan pun tetap jatuh pada El Reda.
El Reda menyediakan tempat makan indoor dan outdoor. Dari jendela kaca di sisi trotoar, kita bisa melihat kesibukan staf restoran melayani order pelanggan. Tempat ini jarang keliatan sepi. Yang makan pasti ada aja. Banyak juga yang membeli untuk dibungkus.
Sistem pembeliannya, kita melihat daftar menu yang terpampang di dinding bagian atas. Gambar yang nampak besar-besar. Ada deskripsi singkatnya juga. Buku menu tersedia tapi sedikit. Kalau pelayannya lagi gak sibuk, kita bisa tanya-tanya soal menu. Tapi kalau antreannya lagi panjang, biasanya mereka menjawab sekenanya aja. Setelah tau menu yang diinginkan, langsung pesan ke salah satu pelayan yang ada di balik etalase. Tinggal sebutkan saja menu yang kita inginkan nomor berapa. Gak usah hafalin nama menunya. Agak susah kalau buat saya hehehe..
Pesanan kita akan langsung dicatat, setelah itu bayar ke kasir. Baru kemudian cari tempat duduk. Untuk minuman, ada teh panas free flow. Disediakan juga gula jika ingin teh terasa manis. Kita mesti ambil sendiri untuk minuman ini.
Kalau pesanan sudah jadi, nomor kita akan dipanggil. Makanan harus diambil sendiri ke etalase. Di El Reda kita bisa makan nasi. Tapi jangan harap nasinya sepulen beras Cianjur. Nasi di sini khas Arab gitu. Bentuk berasnya langsing dan panjang-panjang. Terus mawur alias pera. Kayak beras yang sering digunakan untuk nasi kebuli atau nasi mandi. Nasi Basmati namanya.
Menu yang paling populer di sini namaya Kubideh. Ini olahan daging khas Lebanon dan Persia. Terbuat dari daging kambing atau sapi yang dicincang kemudian dicampur aneka rempah serta kocokan telur baru dipanggang dengan skewer. Kubideh dihidangkan dengan nasi dan tomat panggang. Ada juga paket menu campuran Kubideh dengan potongan-potongan ayam yang dipanggang disajikan dengan nasi dan salad khas Timur Tengah. Dua menu ini adalah yang kami pesan. Sengaja pesan ayam juga karena takut Keano kurang suka dengan makanan yang terlalu berempah.
Djujeh & Kubideh harganya 13 euro, sementara paket Kubideh aja 9 euro. Agak mahal dibanding makan di kedai-kedai kebab biasa. Menunya memang berbeda. Dari segi rasa masakan El Reda ini juga lebih istimewa. Tempatnya pun nyaman untuk membawa anak-anak. Menu lengkap dan harga makanan di El Reda bisa di lihat di websitenya.
Sementara Lana gak mau makan nasi. Dia pilih olahan daging yang dibungkus dengan kulit kebab. Lana memang suka mencoba menu-menu baru. Beda dengan adiknya, Keano yang agak sulit menerima masakan yang belum dia kenal. Kata Lana, di Indonesia dia tiap hari makan nasi. Makanya selama di sini, kalau ada menu selain nasi pasti jadi pilihannya.
Porsi makanan di sini besar-besar. Jadi untuk kami berempat, dua dewasa dan 2 anak, cukup 3 porsi saja. Keano gak bakal kuat ngabisin sepiring nasi Kubideh dengan ayam panggangnya. Sebagai pelengkap, dan ini gratis, sepiring besar lalapan sayuran juga diberikan pada kami. Dan gak cuma itu, ada sambalnya yang lumayan pedas. Yup, ketemu sambal juga akhirnya di Berlin. Lalapan sayurnya terdiri dari daun peterseli, bawang bombay, dan radish, jenis yang gak di sukai anak-anak.
Soal rasa, makanan khas Lebanon dan Persia ini cocoklah di lidah. Rempahnya khas banget Timur Tengah. Enak dan kenyang karena porsinya besar. Buat orang Indonesia yang tinggal di Berlin, El Reda sering disebut dengan restoran Kubideh saja. Kalau menyebut mau makan Kubideh, maka yang dirujuk adalah tempat ini. Padahal, Kubideh itu umum juga ditemui di resto-resto yang menyediakan masakan Lebanon dan Persia lainnya.
Saking populernya El Reda di antara orang Indonesia, kalau makan di sini pasti ada aja ketemu orang Indonesia juga. Saya juga gak tau gimana sejarahnya bisa begitu. Dulu pas pertama kali ke Berlin, yang ngajak saya ke sini juga orang Indonesia. Dan kita ketemu banyak sesama orang Indonesia. Pas ke sini lagi bareng keluarga, ya ketemu juga beberapa orang Indonesia.
Kuliner Halal di kawasan muslim Moabit Berlin Jerman, sebenernya ada banyak. Gak cuma El Reda. Satu deret dengannya seperti yang saya ceritakan di awal, ada City Chicken, semacam resto fastfood. Cobalah juga berjalan kaki ke arah Jalan Turmstrasse, bakal ketemu banyak lagi. Kebanyakan resto halal ini, menyediakan masakan Turki , Arab atau Persia.
Kalau mau dapetin produk-produk makanan halal juga gampang banget di Moabit. Kebanyakan supermarket di sini menyediakannya. Mulai dari daging segar, aneka sosis, produk makanan mentah, sampai jajanan yang siap santap tersedia. Jadi, kalau sudah mengunjungi berbagai landmark Berlin yang penuh oleh turis, Moabit bisa juga menjadi alternatif lokasi jalan-jalan sekaligus berburu kuliner halal.
Baca juga: Masid Paling Cantik di Berlin dan Jalan Hemat dengan Transportasi Umum di Berlin
ya allah aku kangen makan di al reda iniiiiiiiii ^o^.. pas ke berli dulu, papa mertua ngajakin makan di sana mba. aku ga inget nama menunya, yg pasti nasi dengan daging lah… daan aku jd malu ngakuin, kalo seporsi itu aku bisa habis sendiri wkwkwkwkwkwkwkwkwkkwkw… sampe digodain tauuuu ama suamiku dan papa mertua hahahaha. abis emg enak, dan aku laper ;p. aku pgn lagiii 🙁 . Ini yakin sih, kalo nanti bisa balik ke berlin dan makan di sana lagi, pasti pak suami bakalan godain aku abis2an ;p. sirik aja dia mah, mentang2 makan sebanyak apapun aku ga bisa gemuk ;p.
Hahaha.. Emang enak sih. Tapi kamu kuat juga ya makan sepiring habis. Aku berdua sama Keano aja kenyang banget. Ternyata ya lambung besar tersembunyi di badan yang kecil???
Ya ampun menggoda banget.
makanan ala timur tengah ya, udah ngeebayangin rasa rempah-rempahnya pasti kerada banget di lidah
Iyaa, pas disini juga rasa rempahnya cocok buat orang Indonesia. Makanya jadi favorit. Terima kasih sudah berkunjung ya 🙂
wah enak ya ada tempat seperti ini
Iya mbak, Alhamdulillah. Bisa ketemu tempat dengan makanan halal