Kampung Muslim dan Kuliner Halal di Siem Reap Kamboja
Di negara dengan 95 persen penduduknya beragama Budha, menemukan kampung muslim serta sederet makanan halal adalah sesuatu. Ini terjadi pada perjalanan kami di kota Siem Reap, Kamboja.
Siem Reap, ibukota provinsi Siem Reap, adalah kota wisata utama di Kamboja. Kota ini gerbang masuk menuju kawasan kota tua Angkor, tempat di mana terletak kompleks candi yang menjadi salah satu terluas di dunia.
Di Siem Reap, kebanyakan turis menginap di sekitar Sok San Road, Central Market Street, atau gak jauh-jauh dari Old Market dan Pub Street. Nah, kawasan kampung Islam di terletak di Fungky Lane, persis di belakang Sok San Road. Tinggal jalan kaki gak sampai 10 menit. Penanda kampung muslim ini adalah sebuah masjid yang berdiri di pinggir jalan. Namanya masjid Anneak Mah.
Cuaca di Siem Reap sangat panas. Jalannya pun berdebu. Maka tak heran, kalau debu juga mampir sebagian ke masjid. Di kampung muslim, selain bahasa Khmer, bahasa Melayu pun digunakan. Begitu juga dengan aksaranya. Buat orang Indonesia, ini sangat memudahkan. Soalnya tahu sendiri kan, aksara Khmer itu bukan main susahnya untuk dibaca.
Tepat di belakang masjid ada bangunan madrasah. Sederhana, dan banyak debu pula. Ketika kami ke sana, kebetulan hari Jumat, sehingga aktivitas di madrasah libur. Warga muslim di Siem Reap tampilannya sama dengan di negeri kita ataupun Malaysia. Saya sempat minta foto bersama salah seorang ibu setempat. Kalau saya gak jelasin bahwa ibu di sebelah saya adalah orang Kamboja, paling banyak yang bilang kalau saya foto bareng emak-emak Depok atau Ciamis hehehe..
Keberadaan kampung muslim di Siem Reap membuat kami gak susah cari makan. Ada banyak restoran halal di sini. Lokasinya juga gak terlalu berjauhan. Yang pertama kami coba untuk makan siang adalah Muslim Family Restaurant. Lokasi paling deket sama masjid, sebelahan dengan madrasah.
Kami makan menu khas, Lembu Naik Bukit. Si Lembu di Muslim Family Restaurant ini, adalah yang terbaik di Siem Reap. Secara harga, dibanding sama resto sebelah juga, di sini lebih mahal dikit. Mungkin itu yang dibilang, “ada harga ada rupa”. Cerita soal Lembu Naik Bukit silakan baca di sini
Satu jalan dengan masjid, ada The Siem Reap Backpackers Halal Restaurant. Kami cuma lewatin aja, gak mampir. Soalnya perut masih penuh terisi. Ditandain dan dsimpan dulu, buat coba-coba makan berikutnya — yang pada akhirnya gak nyobain juga The Siem Reap Backpackers Halal Restaurant ini.
Sementara di seberangnya ada Muslim Family Kitchen. Tempatnya lebih luas dan representatif. Yang menarik, selain bendera Kamboja, resto ini juga mengibarkan bendera Indonesia, Singapura, Malaysia. Mungkin, wisatawan muslim yang ke sini kebanyakan dari tiga negara itu. Atau jangan-jangan muslim Melayu di sini memiliki pertalian darah dengan negara-negara yang benderanya mereka kibarkan, gak tau juga sih hahaha.. Nanti saya cari tau dulu, kalau inget nanti di share lagi *crossfinger*
Mungkin gara-gara benderanya yang menarik, kami memutuskan makan malam nanti di tempat ini. Setelah puas jalan-jalan ke tempat lain dulu tentunya. Yang menarik juga buat Lana dan Keano, di sini ada uap air yang disemprotin dari atap resto. Duh segernya, di tengah siang bolong yang mentereng, dan berdebu ala Siem Reap.
Dan malamnya, janji terpenuhi. Lepas Isya kami duduk cantik, menunggu makan malam ala Muslim Family Kitchen disiapkan. Keano memesan nasi goreng seafood, Lana pesan spagheti. Sementara saya dan suami kembali mencoba menu khas Kamboja, yakni Loklak dan Amok. Dibanding Lembu Naik Bukit, dua makanan khas kamboja yang kami pesan malam ini rasanya kurang cocok di lidah.
Loklak semacam tumisan potongan daging sapi yang disajikan di atas daun selada, mentimun dan dihias telur ceplok di atasnya. Rasanya gak mirip teriyaki atau yakiniku, lebih mirip ke semur.
Semetara Amok, adalah ikan yang dimasak dengan rempah khas kamboja. Di atasnya kemudian diberi semacam toping santan kental. Rasanya kayak masakan Kalimantan tapi lebih asing.
Di Muslim Family Kitchen Restaurant, ada juga muslim mart. Jualannya snack halal dan souvenir Kamboja. Di sekitar restoran, banyak warung pinggir jalan yang menjual buah berbentuk bulat berwarna kuning kecokelatan. Saya penasaran itu buah apa. Jadi deh belanja. Setelah dibuka dan dicoba, ternyata itu buah kecapi. Cuma bentuknya jauh lebih besar dibanding kecapi yang pernah saya makan waktu kecil di Indonesia. Amazingnya, suami juga gak pernah makan buah kecapi. Apalagi anak-anak, liat bentuknya juga baru sekali di sini. Jadilah, semua mencoba kecapi untuk pertama kalinya di Siem Reap, kecuali saya tentunya.
Di perjalanan pulang, jalan kaki menuju hotel, kami melihat satu lagi restoran muslim. Tempatnya juga lumayan. Cambodian Muslim Restaurant menjadi lokasi incaran kami, untuk makan siang besok.
Setelah dari pagi keliling Angkor Wat, dan gak menemukan makanan yang cocok dan halal selama di Angkor dan sekitarnya. Akhirnya kami tahan laparnya dulu, dan balik ke Fungky Lane lagi buat makan. Tentunya Cambodian Muslim Restaurant jadi pelampiasan kami sore itu. Dan salah satunya, diawali dengan kopi dingin buat meredakan haus dan panas karena cuaca.
Resto ini tempatnya enak, luas, lengkap dengan fasilitas toilet, juga musala. Dan yang punya atau pelayannya ramah-ramah. Katanya ini restoran halal tertua di Siem Reap, setelah Muslim Family Restaurant yang di dekat masjid. Bangunannya gak nampak tua, karena baru saja selesai direnov.
Sebagai catatan, semua restoran muslim yang kami singgahi di Siem Reap menyediakan wifi gratis untuk pengunjungnya. Sementara untuk Cambodian Muslim Restaurant, juga menyediakan ruang salat. Semua harga di menu tercantum dalam dolar Amerika, seperti juga semua tempat belanja dan rumah makan di Siem Reap. Begitupun transaksinya, mereka lebih suka menerima dolar. Bahkan untuk membeli buah kecapi, si penjual juga meminta dolar. Ia menolak ketika saya hendak membayarnya menggunakan Riel, mata uang Kamboja.
***