Telaga Warna dan Tea Walk di Puncak Pass
Alasan pertama saya males banget ke Puncak Bogor, Jawa barat, adalah macet. Apalagi kalau hari libur. Bayang-bayang tentang macet mengalahkan godaan segarnya hawa pegunungan, serta hamparan kebun teh yang asri dipandang-pandang. Tapi untuk kali ini, ngajak anak sukses mempecundangi macet. Err.. lebih tepatnya ngakalin sih, sebab macet di kawasan liburan ini, sampai sekarang masih jadi juara.
Caranya, kami berangkat dari Depok, Sabtu pagi setelah subuh. Itu rencananya. Tapi kenyataannya, kesiangan, sedikit siih, jadi sekitar jam 6 pagi baru berangkat. Alhamdulillah jalan tol Jagorawi masih lancar, dan begitu sampe simpang Gadog, pas banget tuh, jalan dibuka satu arah ke atas. So.. sebelum jam 9 kami sudah sampai di Puncak. Udara masih segar.
Perjalanan melewati Puncak ini sebenarnya adalah bagian dari cita-cita mau ke Bandung tapi males ketemu antrean di tol Cipularang. Jalan tol yang mestinya mempersingkat perjalanan Jakarta-Bandung PP ini belakangan macetnya poll. Udah bukan cerita baru Jakarta-Bandung atau sebaliknya justru menghabiskan waktu 6 jam di jalan gara-gara terjebak di tol Cipularang. Daripada kayak gitu, makanya kami coba lewat Puncak. Kalaupun jaraknya lebih jauh, atau tetap juga kena macet, pemandangannya masih cakepan dikit. Kalau mau singgah di tengah jalan juga, tempat-tempatnya lebih menarik daripada rest area.
Nah sekarang, mampir kemana kalau lagi lewat puncak? Yuk coba masuk Telaga Warna.
Posisinya pas menjelang Puncak Pass. Kalau dari arah Jakarta, jalan masuknya ada di sebelah kiri sebelum resto legendaris Rindu Alam (yang udah di bongkar). Dari Depok tempat kami tinggal, jaraknya sekitar 60 kilometer.
Ke Telaga Warna ini gak butuh waktu lama, alias dekat dari jalan raya. Waktu kami ke sana, jalan masuknya ramai oleh pesepeda. Asik juga sih jalurnya, jalan berbatu kali di tengah kebun teh. Tiket masuknya Rp 8.500 di hari libur, dan Rp 6.000 di hari biasa (update 2017). Harga sudah termasuk asuransi.
Melewati loket, monyet-monyet berkeliaran menyambut kedatangan pengunjung. Sasarannya, makanan. Jangan kaget, kalau monyet-monyet ini berani ngerebut kantong kresek (yang mereka duga berisi makanan) yang kita bawa. Saya dan anak-anak juga liat sendiri, ada monyet yang ngaduk-ngaduk kantong kresek di sebuah motor yang sedang parkir di pelataran. Jadi tipsnya, hati-hati dengan tentengan anda. Mending semua kantong plastik masuk ke dalam tas dan dipegang erat. Jangan mengundang juga untuk memberi makan monyet kalau takut dikerubungin kawanan ini. Soalnya yang dikasih makan satu, yang datang bisa segerombolan.
Bisa ngapain aja di sini? foto-foto pastinya. Udaranya juga sejuk, menyegarkan paru-paru yang tiap hari kena polusi di ibukota. Telaga dan rakit biasanya jadi spot unggulan di sini. Sampai-sampai dikomersilkan untuk bisa berfoto di atas rakit Tapi murah saja. Sekitar dua ribu rupiah per orang kalau gak salah.
Yang mau coba flying fox juga bisa. Lumayan tinggi, dan panjang jalurnya melintasi danau. Tadinya saya cuma mau temenin Lana dan Keano sampai di atas menara sebelum naik flying fox. Tapi.. tergoda juga untuk meluncur.
Tiket flying fox sekali jalan 20 ribu rupiah. Dan seluncuran tali ini gak cuma ada di Telaga Warna. Kalau kita naik lagi, sedikit trekking ke atas menyusuri jalan kecil, ada lagi spot flying fox yang lebih tinggi. Ini yang menggoda kami untuk melanjutkan perjalanan, mendaki kecil-kecilan.
Trip kali ini, ngajak mama sekalian. Mumpung ke Bandung juga. Si mama kuatir banget liat monyet, dan ngos-ngosan diajak naik ke atas, lewat jalan berbatu sedikit mendaki ke puncak bukit di tengah kebun teh.
Sampai atas, bener juga ada flying fox lagi. Tempatnya memang lebih tinggi, tapi lintasan flying foxnya gak seekstreem yang dibayangkan suami. Jadilah kita nonton aja, sambil keliling puncak bukit, menikmati pemandangan dari atas. Dari sini puncak pass keliatan, begitu juga kota Bogor dari ketinggian.
Tea walk “mini” atau jalan kaki santai menyusuri perkebunan teh, emang selalu menyenangkan. Udara sejuk dipadu dua lapisan warna yang dominan –hijaunya kebun teh di bawah, dan biru langit di atas– bisa bikin mata jadi lebih seger.
Asal, di puncak bukit ini, jangan kesiangan, soalnya panas dan hampir gak ada pohon tinggi untuk berteduh dari sinar matahari. Karena itu, sampe ke sini pagi-pagi adalah syaratnya kalau gak mau menghitam setelah pulang jalan-jalan.
*****