Camping with KidsRoad Trip

Camping With Kids: Gelar Tenda di Pantai Sawarna

Sejak lama Pantai Sawarna menjadi incaran kami untuk dijadikan tujuan jalan-jalan. Akhirnya cita-cita itu terwujud saat liburan akhir tahun 2015 lalu. Empat hari day off kami manfaatkan untuk camping. Dua malam gelar tenda di Situ Gunung, Sukabumi, dan hari selanjutnya kami habiskan di Sawarna.

Sawarna adanya di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Buat orang Depok kayak kami, mendengar nama Banten berasa dekat. Tapi sesungguhnya, Sawarna itu jauh saudara-saudara. Letaknya di ujung paling selatan Provinsi Banten, berbatasan dengan Jawa Barat (*monggo liat peta).

Sebenarnya jarak tempuh Depok-Sawarna sama dengan jarak tempuh Depok-Bandung, yaitu 169 km. Tapi waktu perjalanannya berbeda hampir 3 kali lipat. Ke Bandung biar kata tolnya sering macet, tetap lebih cepet sampainya. Please jangan dihitung ke Bandung ketika ada macet total ya, bandinginnya sama perjalanan normal saja. Sementara road trip ke Sawarna lewat Sukabumi, which is itu jalur paling dekat, menghabiskan waktu sekitar 6 sampai 7 jam. Kalau dari Depok ke Sawarna lewat Rangkasbitung ya lebih lama lagi. Jaraknya juga lebih jauh soalnya. Anyway, untungnya kami memulai perjalanan ke Sawarna setelah asik-asikan di Sukabumi. Sudah setengah jalanlah ke sana.

Dari tempat camping di Situ Gunung, kami langsung menuju jalan raya Pelabuhan Ratu. Seperti biasa, Google Maps jadi andalan. Tapi sayang, kali ini aplikasi peta kesayangan penuh dusta. Start jalan raya Sukabumi, kami lewat jalan pintas, yakni jalan Veteran dan jalan Siliwangi. Setelah itu si peta mengarahkan ke jalan-jalan kecil lewat kampung dan membelah gunung. Hikss… sudahlah jalannya rusak, penuh batu dan berujung pada jalan sempit yang gak muat mobil. Suami pun terpaksa mengarahkan mobil mundur. Masih belum kapok ikut peta, kami mengambil jalan alternatif lain. Hasilnya, berujung pada jalan berbukit yang tengah longsor, dan kami sukses dipandang aneh oleh penduduk setempat hehehe… Tapi yaitulah pelajaran. Kalau lewat kampung paling bener nanya sama penghuninya dah, dari pada bergantung sama aplikasi. Yes.. akamsi always knows better. Satu jam lebih tersesat di kampung bergunung-gunung, kami putar balik menuju jalan raya pada umumnya.
Google Maps kami tutup, bhayyy!!.

Kali ini kami bergantung pada petunjuk arah di jalan. Alhamdulillah, gak perlu peta, perjalanan lancar. Dari jalan raya Pelabuhan Ratu menuju Sawarna, jalannya mulus beraspal. Petunjuk arah cukup jelas. Jalan yang agak bergelombang baru kami temui ketika memasuki provinsi Banten. Itu juga sedikit. Karena dari perbatasan Jawa Barat-Banten, lokasi Sawarna udah gak jauh lagi.

Tiba di kawasan Sawarna, kami langsung parkir di lapangan. Kata orang situ, pengunjung yang menginap, di lapangan inilah parkir mobilnya. Bayarnya 25 ribu per mobil. Dari jalan raya, area pantai Sawarna dipisahkan oleh sungai kecil. Jadi semua orang memang mesti berjalan kaki lewat jembatan. Belum ada jembatan yang muat mobil menuju pantai. Kalau males banget jalan, bisa naik ojek. Nyebrang lewat jembatan gantung, setiap orang bayar 5 ribu masuk kawasan. Sementara anak-anak seumuran Lana dan Keano bisa masuk gratis.

Melihat pantai berpasir putih, Lana dan Keano sudah nggak sabar mau main air. Tapi kami terpaksa menahan dulu keinginan mereka. Soalnya si emak mau mendirikan tenda dulu. Sementara si bapak mengambil perlengkapan dan perbekalan di mobil. Pesisir Sawarna memang bukan tempat yang aman buat si kecil berenang. Ombaknya lumayan tinggi, arusnya juga kuat. Jadi bocah-bocah gak boleh dilepas tanpa pengawasan.

Setelah tenda berdiri, barulah anak-anak bebas. Mereka bermain pasir, lari-larian, sampai basahan-basahan main ombak pinggiran. Sore hari enak banget menghabiskan waktu di sini. Banyak yang bermain bola di pantai, sambil menunggu datangnya sunset. Yup, matahari terbenam di Sawarna, nggak kalah cakep sama senja di Pantai Kuta.

Kami mendirikan tenda di depan deretan warung. Buat yang gak bawa tenda, warung-warung ini bisa buat tempat menginap. Mereka juga menyediakan saung-saung. Sebenarnya di Sawarna juga ada penginapan. Cuma belum ada yang fasilitasnya sekelas hotel berbintang. Banyak penginapan menyerupai home stay, villa atau pun kos-kosan. Buat yang doyan keliaran kayak kami, lebih memilih membawa tenda sendiri. Tetangga tenda sebelah adalah komunitas sepeda yang udah 2 hari ngegowes dari Jakarta. Sementara malamnya menyusul tenda-tenda yang didirikan anak-anak motor. Ramelah pokoknya. Kamar mandi di sini relatif bersih. Airnya juga melimpah. Saya mandi tengah malam, air masih mengalir deras dari keran yang terhubung dengan pompa listrik. Pengelola kamar mandi biasanya pemilik warung. Sekali masuk bayar 3 ribu rupiah. Buat yang menginap, bayar borongan juga bisa. Jatuhnya juga lebih murah.

Kali ini saya memasak cuma sedikit untuk makan malam. Sekedar lauk untuk anak-anak. Selebihnya, nasi dan karedok pesan dari warung yang buka non stop 24 jam.

Pagi-pagi suami sudah bangun duluan untuk menyisir pantai. Dari pantai pasir putih tempat kami menginap, ia jalan kaki sekitar 15 menit ke pantai Tanjung Layar. Ngejar sunrise katanya. Oleh-olehnya, gambar cantik seperti yang keliatan di atas. Pantai yang dipenuhi karang dan bebatuan. Saya gak ikut karena anak-anak masih pulas tidur di tenda. Selain itu udah malas jalan juga. Pengen santai-santai memandangi pantai.

Pas suami balik dari Tanjung Layar, di Pasir Putih sudah ramai. Lana dan Keano juga sudah bangun. Belum mandi, belum gosok gigi, Keano sudah ngebet ke pantai. Saya paksa dulu anak-anak sarapan, baru mereka boleh nyebur.

Hari terakhir camping, diisi dengan main sampai puas di laut. Biar gak boleh berenang, main ombak di pinggir aja sudah seru. Sawarna relatif masih sepi dari pedagang asongan. Pantainya juga masih bersih. Jumlah pengunjung tergolong sedikit dibanding luasnya kawasan. Anak-anak bisa lari-larian puas tanpa harus khawatir bersenggolan dengan pengunjung lain.

Sekitar jam 11 siang, anak-anak saya tarik. Selain matahari semakin terik, kita juga gak mau pulang kemalaman. Tenda sudah dibungkus. Jadilah warung Mang Uton sebagai base camp. Di sini kita pesan nasi goreng buat makan siang. Penutup mulutnya ada rujak. Di warung bisa ngecas hp. Tarifnya 3 ribu rupiah. Sebenernya, buat yang nginep kayak kami, pemilik warung gak saklek sama harga. Apalagi, untuk kebutuhan makan dan minum kita belanja di situ. Jadi yang kayak gini bisa sukarela ngasihnya. Begitu juga urusan toilet. Gak dihitung berapa kali kita keluar masuk. Terserah kita aja mau kasih berapa. Diluar tagihan makan minum, saya lebihkan 50 ribu untuk layanan jasa “ke belakang”

Meskipun Keano masih betah leyeh-leyeh di saung.. apa mau dikata, kamu harus cepat pulang Nak. Depok masih jauh dari Sawarna. Perjalanan masih panjang. Prediksi saya, kalau jam 12an  pulang dari sini, lepas maghriblah sampai di rumah. Niatnya mau jalan santai dan semoga gak kena macet di jalan.

Kami pulang kembali melewati rute Pelabuhan Ratu. Nanti ketemu jalan raya Sukabumi, tinggal belok kiri menuju Bogor, masuk tol keluar Depok. Menyusuri jalan dari Sawarna ke Pelabuhan Ratu, kita bakal disuguhi banyak pemandangan pantai di sebelah kanan jalan. Cakep semua.. apalagi cuaca juga cerah, sehingga langit keliatan birunya. Saking bagusnya, kami sempat mampir di warung saung pinggir jalan untuk menikmati pemandangan.

Biar keliatan indah, pesisir pantai selatan juga terkenal dengan ganasnya ombak. Mesti hati-hati banget dan nurut sama penjaga pantai. Bukan cerita baru kalau ada orang yang hanyut terseret gelombang. Pantai selatan juga terkenal dengan legenda Nyi Roro Kidul. Nama Pelabuhan Ratu juga ada kaitannya sama legenda ini. Nyi Roro Kidul sering disebut sebagai Ratu Pantai Selatan. Di kawasan inilah mitosnya, Kanjeng Ratu sering singgah. Jadilah namanya Pelabuhan Ratu. Ingat legenda ini, langsung saya ingat film Suzana. Sosoknya nancep banget memerankan Nyi Roro Kidul. Meskipun Jupe mau menyainginya, tetep kalah kerenlah sama Suzana

Perjalanan pulang berlanjut. Sampai di pinggir pantai Citepus Pelabuhan Ratu, anak-anak teriak pengen makan durian. Memang lagi musimnya sih. Jadi aja banyak yang jualan di sepanjan jalan. Sebagai orangtua yang baik, kami penuhi keinginan mereka. Soalnya emak bapaknya doyan juga, hahaha… Keano setiap ketemu durian pasti kalap. Yang dimulut belum habis, tangannya sudah sibuk mengambil lagi. Saya dan suami mengalah. Demi anak dan demi kesehatan juga. Umur segini, makanan memang harus dijaga. Biar tetap sehat, dan bisa terus ngajak anak jalan-jalan lagi. Mengenalkan mereka pada dunia baru, yang nggak bisa dilihat setiap hari. Sebab menurut kami, pengalaman ini kelak akan lebih berharga daripada materi.

*****

Ajak Anak

Hallo, kami Herwin-Yossie-Lana & Keano, keluarga dengan dua anak penggemar traveling. Backpacking, budget traveling, hiking, & camping bersama anak menjadi favorit kami. Di sini kami berbagi cerita traveling dan pengalaman bertualang. Dan percayalah, bagi anda yang suka traveling dan wisata petualangan, melakukannya bersama anak dan keluarga jauh lebih menantang, sekaligus menyenangkan.

7 komentar pada “Camping With Kids: Gelar Tenda di Pantai Sawarna

  • ka,jadi kalo mau ngecamp,harus minta ijin/bekerja sama dengan pemilik warung disana yaa ka?

    Balas
  • Pertanyaan yg sama dengan mas di atas. Bayar brp utk lahan buka tenda dsna mba/mas?sy baca blog kemping nya seru ya. Kebetulan sy jg di depok dan suka kemping jg sm anak². Salam kenal mba/mas. Mdh²n kita bs kemping bareng ya….

    Balas
  • Pertanyaan yg sama dengan mas di atas. Bayar brp utk lahan buka tenda dsna mba/mas?sy baca blog kemping nya seru ya. Kebetulan sy jg di depok dan suka kemping jg sm anak². Salam kenal mba/mas. Mdh²n kita bs kemping bareng ya….

    Balas
  • Pertanyaan yg sama dengan mas di atas. Bayar brp utk lahan buka tenda dsna mba/mas?sy baca blog kemping nya seru ya. Kebetulan sy jg di depok dan suka kemping jg sm anak². Salam kenal mba/mas. Mdh²n kita bs kemping bareng ya….

    Balas
  • Oww maaf telat bales mas… Buat ngecamp di Sawarna sebetulnya gak harus minta izin ke pemilik warung. Jadi, kalo sdh masuk pantai, ya tinggal pilih lokasi saja. Tapi karena memang di sepanjang pantai itu, rata-rata ada warung di belakangnya, jadi bagusnya memang kulonuwun dan beramah tamah. Toh paling nggak, kita butuh juga buat beli-beli, misalnya makan, atau ngecas gadget mungkin. Murah2 dan ramah kok. Kalau kenal muka kan, minimal diinget dan dijagain juga sama yg punya warung kalo ada apa2 (padahal gak ada apa-apa sih, aman2 saja…)

    selamat ngecamp mas…

    Balas
  • Hai mba Indah, salam kenal… Asyik ada teman depok buat kemping..
    Buat gelar tenda di pantai sawarna gak perlu bayar lagi kok. Jadi waktu itu kami cuma bayar parkir mobil 25 ribu, dan masuk area pantai atau nyebrang jembatan bayar 5 ribu per orang dewasa. Sudah itu saja, gak ada biaya lagi.

    Kalo sama warung di pantai, gak ada bayar lagi. Kami waktu itu terbantu banget malah sama warungnya. Bisa ngecas gadget dan pesen minum atau makanan (Waktu makan malam, masaknya cuma dikit, jadi tambahan pesen di warung biar lebih semarak menunya hehe). Atau toilet buat bilas2 dan mck. Jadi kami cuma bayar sesuai yang kami makan, atau pakai. Misal mau nambah tip lagi gpp, seikhlasnya, itung-itung bagi-bagi rezeki…

    Semoga membantu…

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *