Asia

Bangkok, Pintu Perjalanan Darat ke Indochina

Bangkok, ibu kota Thailand kami kunjungi bersama anak-anak pada Juli 2017. Buat kami, Bangkok adalah pintu perjalanan darat ke Indochina. Dalam pengertian sempit, negara-negara Indochina itu adalah bekas jajahan Prancis yang terletak di daratan utama Asia Tenggara. Negara tersebut yakni Kamboja, Vietnam dan Laos.

Kalau mengacu pada letak geografis, yaitu daratan utama Asia Tenggara, maka Thailand dan Myanmar bisa masuk. Kenapa Indonesia tidak? Sebab Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura digolongkan ke wilayah maritim Asia Tenggara. Budaya yang diadaptasi pun lebih kuat Melayu-nya dibanding China. Kamboja dan Vietnam menjadi negeri Indochina yang kami jelajahi dalam trip 10 hari keliling Thailand, Kamboja, Vietnam dan Singapura.

Dari Bangkok ke Kamboja, hingga menembus Vietnam kami lakukan jalan darat. Naik bus antar kota antar negara. Buat saya dan suami, ke Bangkok bukan pertama kali. Tak lama setelah menikah di tahun 2007, kami ke Bangkok juga. Waktu itu rutenya jalan darat dari Penang di Malaysia, menuju Koh Phi Phi di wilayah selatan Thailand, baru lanjut ke Bangkok. Nah setelah 10 tahun, datang lagi deh bersama anak-anak.

Menurut saya, Bangkok tempat yang asik buat ngajak anak jalan-jalan. Ini maksudnya buat yang ingin ngerasain budaya yang beda dengan jalan-jalan di negeri sendiri. Mulai dari perbedaan bahasa, tradisi, hingga makanannya, dapetlah pengalamannya.

Terletak di Asia Tenggara, ke Bangkok itu bebas visa pastinya. Kedatangan kami ke Bangkok, bukan langsung dari Jakarta. Tapi ke Phuket dulu. Di Bangkok cuma direncanakan satu hari. Kota ini kami jadikan pintu masuk menuju Siem Reap dan Phnom Penh di Kamboja, serta lanjut ke Ho Chi Minh di Vietnam. Di Ibukota Thailand ini, transportasi menuju wilayah Indochina mudah dicari, dan banyak tersedia. Harganya pun ramah. Bagi para backpacker, Bangkok memang sering kali dijadikan pintu perjalanan darat menuju negara-negara Indochina.

Dari Phuket, kami tiba di Bangkok sekitar jam 11 malam. Di bandara Suvarnabhumi, langsung cari taksi menuju jalan Rambuttri. Kami sudah memesan penginapan di jalan ini sebelumnya. Namanya Rambuttri House. Setengah 12 malam check in. Taruh barang sebentar di kamar langsung keluar lagi untuk cari makan malam. Kalau melihat jam, memang sudah larut. Tapi di sini masih ramai. Maklum ini salah satu kawasan turis. Aman buat ngajak anak? Jawabannya iya buat kami. Kanan kiri jalan banyak resto dan cafe. Tapi bukan ‘redlight district‘ seperti Bangla Walking Street di Phuket, di mana kami pernah terjebak membawa Lana dan Keano melewatinya. Di Rambutrri ini, mau makanan kelas resto sampai kaki lima ada. Malam itu kami makan di kedai kecil yang jualan seafood. Kalau gak nemu resto dengan label halal, makan seafood bisa jadi salah satu pelarian di Bangkok ini.

Manggo Sticky Rice di gerobak kaki lima, 50 baht

Setelah makan malam masih sempat jajan Mango Sticky Rice. Banyak yang jualan macam-macam makanan di gerobak kaki lima. Kalau mau diikutin, bisa berkantong-kantong jajannya. Lapar mata, padahal belum tentu juga perutnya sanggup nampung. Beli Mango Sticky Rice, harganya 50 Baht. Kalau dirupiahkan sekitar 24 ribu rupiah.

Suasana malam di Rambuttri, bersaing dengan Khaosan Road

Lokasi Rambuttri gak jauh dari Khaosan Road yang udah kesohor di kalangan backpacker. Di tempat menginap kami ada kamar-kamar privat seperti yang kami tempati. Ada juga dormitory, kamar yang dipakai secara berbagi dengan tamu-tamu lain. Murah, meriah dan lokasinya strategis adalah alasan kami memilih tempat ini.

Syaratnya nginep di Bangkok pada trip kali ini, simpel saja. Tempatnya harus bersih, ada kamar mandi pribadi alias gak sharing, dan bisa buat ngajak anak nginep, baik dari sisi policy hotel maupun atmosfer tempatnya. Semua syarat ini terpenuhi. Beneran dipakai buat tidur doang soalnya. Catatannya, kalau cari suasana dan lingkungan yang tenang, jangan nginep di daerah ini. Sebab Rambuttri macam hub gitu, yang memudahkan orang bepergian ke tempat lain. Kayak kami, yang memang cuma singgah di Bangkok sebelum melanjutkan perjalanan naik bus ke Kamboja. Cari transportasi kayak gitu, gancil lah di Rambuttri atau Khaosan.

Satu lagi yang wajib diinget, kalau cari-cari kamar di beberapa negara, ada tempat-tempat yang memang gak terima anak-anak. Sebagian besar lebih ke atmosfer tempat menginap yang sengaja dibangun oleh si pengelola. Misalnya, tempat-tempat yang spesialis menerima remaja backpacker. Mereka gak mau ada tamu lain yang bawa anak. Mungkin kuatir target pelanggan yang mereka sasar keganggu. Ya bayangin aja jomblo-jomblo backpacker yang lagi pedekate disitu misalnya, pasti bakal jengah diliatin mamak-mamak yang gandeng anak ke mana-mana. Tempat-tempat kaya gini biasanya udah ngasih term di situs mereka baik di Agoda, Booking.com, ataupun situs-situs penginapan lainnya.

Rambuttri House dilihat dari jalan Rambuttri
Tampak Depan Rambuttri House, bangunan menyatu dengan sejumlah toko
Area lobby Rambuttri House

Bagian bawah Rambuttri House dijadikan ruang usaha. Ada biro perjalanan, money changer, terus apalagi gitu saya lupa. Banyaklah pokoknya. Sepanjang jalan Rambuttri ini memang penuh ruang usaha yang sebagian besar bergerak di bidang wisata. Rumah makan, cafe, hotel, money changer, toko-toko yang menyediakan kebutuhan traveling berderet-deret disini. Yang jualan makanan gerobakan juga banyak. Harganya gak beda jauh sama di Jakarta. Asyik bisa jajan manggo sticky rice, mi goreng ala Thailand pad thai, dan aneka menu seafood di pedagang kaki lima. Mau sarapan juga gak susah. Pedagang gerobakan udah jualan dari pagi.

Rambuttri House
Penitipan bagasi di Rambuttri House

Seperti layaknya penginapan backpacker, Rambuttri House mengutamakan self service. Jadi jangan ngarep bakal ada bellboy yang bawain bagasi kita ke kamar. Semua dibawa sendiri. Fasilitas kamar juga secukupnya. Ada AC, kamar mandi, meja dan TV kecil. Ada malah ruangan yang gak pake TV. Kenapa? Soalnya banyak traveler yang memang menggunakan hotel cuma cuma untuk tidur. Selebihnya jalan-jalan, ngelayap kemana-mana.

Lantai 2 Rambuttri House, area kamar tempat menginap
Kamar mandi ada yang tersedia di luar kamar tidur

Naah, kalau buat kami nih satu hal yang gak kalah penting yaitu, tempat nginep itu harus punya fasilitas titip bagasi. Misalnya sudah jam check out, tapi jadwal perjalanan pindah tempat belum waktunya, ya barang-barang bisa dititip dulu. Waktu itu, bus kami ke Kamboja jadwalnya baru berangkat jam 11 malam. Sementara jam 12 siang udah mesti check out kalau gak mau extend. Ya sudah, barang dititip. Kami pergi jalan-jalan setelah check out. Malamnya baru deh bagasi diambil, sekalian pergi ke shuttle bus yang lokasinya gak terlalu jauh dari situ.

Khaosan Road di pagi hari, jalan kaki sebentar dari Rambuttri

Mengeksplore kawasan Rambuttri di pagi hari bisa memberi pengalaman berbeda. Dari sini ke Khaosan bisa di tempuh dengan jalan kaki. Nuansanya kalau cuma keliatan bangunan gini mirip-mirip sama Jakarta. Kabel-kabel listrik keliatan ruwet, tuk-tuk hilir mudik kayak bajaj yang kalau mau belok cuma supirnya sama Tuhan yang tahu.

Pasar loak

Di sekitar sini juga ada pasar loak. Lupa nama persis jalannya. Yang jelas ada di pinggir aliran sungai kecil. Pasar ini sudah buka sejak pagi hari. Bermacam barang ada. Mulai dari sepatu, pakaian, perabotan rumah tangga sampai peralatan elektronik. Kalau liat begini malah tambah inget Jakarta hehehe..

Bangkok di pagi hari, terutama di tempat-tempat yang menjadi lokasi para turis berkumpul dan menginap, suasananya sepi. Bakal kerasa banget kalau kita berada di sekitaran Rambuttri dan Khaosan Road. Orang-orangnya masih pada tidur. Beredarnya kebanyakan mulai dari siang hingga malam hari. Sementara saya masih tidur bersama anak-anak, pak suami sudah jalan-jalan saja. Pulangnya bawa oleh-oleh berupa hasil foto.

Satu lagi kelebihan menginap di Rambuttri adalah lokasinya berada di kawasan kota tua Bangkok, Rattanakosin. Bisa ketemu banyak bangunan kuno, dan menelusuri gang-gang kecil diantaranya.

Wilayah kota tua Bangkok ini juga gak jauh dari China Town. Maka gak heran banyak ketemu toko China juga di sini. Selain aksara Thailand, toko-toko China juga menggunakan aksara China untuk mengenalkan identitasnya.

Di kawasan kota tua ini juga sebenarnya terletak The Grand Palace, Wat Pho, dan sejumlah ikon wisata Thailand lainnya. Tapi kami memilih gak berkunjung ke sana karena pengunjungnya overrated. Ini berdasarkan pengalaman saya yang sebelumnya pernah ke sana. Jadi mending cari tempat-tempat yang belum pernah didatangi. Kelak kalau Lana dan Keano penasaran dengan The Grand Palace atau Wat Pho, biarlah mereka suatu saat datang sendiri kalau sudah besar nanti hehehehe…

Menjadikan Bangkok sebagai pintu perjalanan darat ke Indochina, selepas check out hotel yang pertama dilakukan adalah mengecek tiket bus. Yup, kami bakal naik bus ke Kamboja. Tiketnya sudah beli online waktu masih di Indonesia. Belinya langsung lewat website Virak Buntham. Ini nama bus yang akan kami tumpangi menuju Kamboja nanti.

Makanya, kami perlu tahu dulu di mana kantor perwakilannya. Ini penting biar nanti malam sudah tahu di mana nunggu busnya. Repot juga soalnya kalau tengah malam nanti baru cari alamat.

Ternyata gak susah dari Rambuttri mencari kantor perwakilan bus Virak Buntham. Cukup jalan kaki melintasi Khaosan Road. Virak Buntham sendiri adalah bus yang cukup terkenal di kalangan backpacker. Ia melayani rute Thailand-Kamboja PP. Pas banget memang menjadikan Bangkok sebagai pintu perjalanan darat ke Indochina.

Kantor Perwakilan Virak Buntham, konfirmasi bus ke Siem Reap
Lega setelah konfirmasi tiket dan lokasi titik penjemputan bus nanti malam.

Beres urusan bus, saatnya keliling Bangkok. Ada satu tempat yang sudah kami incar sejak dari Jakarta. Yaitu resto makanan halal Usman. Resto ini menjual makanan khas Thailand dengan sertifikat halal. Resto Usman Halal salah satu yang terkenal buat wisatawan muslim di Bangkok. Kami naik taksi ke sini. Soalnya lokasinya cukup jauh dari tempat menginap. Naik taksi juga biar jelas aja ongkosnya. Kalau naik tuktuk mesti tawar-tawaran. Sementara kita nggak tau patokan harga normalnya berapa. Naik taksi di Bangkok pun harus selalu memastikan ke supir kalau kita maunya pakai argo. Ketika itu masih ada aja supir taksi di sana yang gak biasa pakai argo.

Makan siang di Usman Halal Resto

Makan siang di Usman Halal Resto ini menjadi pengalaman berkesan. Meskipun tempatnya kecil tapi bersih banget. Adem juga karena full AC. Di tengah udara panas Bangkok, masuk sini langsung berasa fresh lagi. Sudah pun begitu, semua masakannya enaaaak. Kami makan banyak banget. Harganya juga standar dan nggak menguras kantong. Sebagai restoran muslim, Usman Halal Resto menyediakan tempat shalat yang apik dan bersih. Berasa homey dan bikin betah. Di bagian atas juga terdapat penginapan sekelas homestay. Bisa banget jadi alternatif kalau cari tempat menginap di tengah kota dan dekat dengan pusat perbelanjaan.

Identitas supir taksi, di atas dashboard ada semacam persembahan untuk Budha
Masuk mall, akhirnya
Platinum Mall

Ngomongin belanja, setelah makan siang penasaran juga dengan shopping mall di Bangkok. Ini gara-gara ada teman yang suka buka jastip kalau ke Bangkok. Baju dari dia itu bagus-bagus modelnya dan harganya pun murah. Karena itu ingin tau dong, di mana sih belanjanya. Tapi dasar memang gak bakat belanja, sampai lokasi malah bingung sendiri mau beli apa. Terlalu banyak yang jualan, terlalu banyak yang mau dibeli, sampai pusing sendiri hehehehe.. walhasil belanja pun jadi terasa sekedarnya aja. Apalagi, dari Bangkok masih mau ke Kamboja dan Vietnam. Males juga kalau bagasi udah berat dari sini.

Maka itulah, kami segera keluar dari tempat belanja dan melihat-lihat suasana jalan. Macet dan berisiknya mirip banget sama Jakarta. Lagi jalan kaki, eh ketemu kantor kedutaan besar Indonesia di Bangkok. Foto-fotolah akhirnya. Kedutaan besar RI di Bangkok adanya di jalan Petchaburi. Salah satu jalan utama yang ramai dan lumayan dekat ke pusat perbelanjaan. Kalau lagi ada di luar negeri, terus liat sesuatu yang berkaitan dengan Indonesia rasanya seneng-seneng gimana gitu. Berasa gak sendirian aja jadi orang Indonesia hehehehe…

Kedubes Indonesia di Bangkok

Udahlah ya sesi foto di depan kantor kedutaannya. Gak mungkin juga ngetok-ngetok minta masuk kan hehehe.. lanjut jalan kaki ketemu mall gede Siam Paragon. Masuk mall lagi sekalian berteduh karena di luar agak gerimis. Jarang-jarang kita traveling masuk mall. Buat kami, Siam Paragon ini mewah. Beda sama Platinum Mall yang sebelumnya kita masukin juga.

Show Room Mobil di Siam Paragon

Di dalam Siam Paragon, Keano yang lagi suka ngeliatin mobil balap langsung berbinar matanya. Soalnya ketemu showroom mobil-mobil mewah. Waktu itu Keano lagi seneng menginventarisir mobil-mobil yang paling cepat di seluruh dunia. Sejumlah merek mobil yang biasanya dia liat di youtube, ada di sini. Makanya dia antusias.

Selain Siam Paragon, kami juga ke Siam Discovery dan MBK Center. Semuanya mall. Ini dalam rangka penasaran ingin liat tempat belanja di Thailand hehehehe.. Dan sejujurnya gak terlalu ketemu bedanya mall di Bangkok dan mall di Jakarta. Isinya ya gitu aja. Zara, H&M, Uniqlo, McDonald’s ada juga di Jakarta.

Lepas kunjungan mall, malam hari kami menuju Asiatique The River Front. Niatnya mau makan sambil nunggu waktu keberangkatan bus. Seperti namanya Asiatique The River Front ada di tepi sungai Chao Phraya. Ferris wheel alias kincir berukuran besar menjadi ikon tempat ini.

Asiatique Riverfront

Dibanding kunjungan mall sebelumnya, buat kami lebih asik di sini sih, meskipun kegiatan yang bisa dilakukan kurang lebih sama, makan dan belanja. Asiatique berasa lebih hidup karena konsepnya adalah ruang terbuka. Barang yang dijual di sini juga banyak produk lokal yang sifatnya macam UMKM kalau di Indonesia. Kerajinan-kerajinan khas Thailand bisa didapat di tempat ini.

Makan malam di Asiatique Riverfront

Malam itu kami makan di resto Siam India. Ini salah satu tempat yang jual makanan halal. Tempatnya juga bersih dan punya meja kursi sendiri. Ada juga tempat makan yang sifatnya kaya foodcourt. Meja dan kursi makan rame-rame dimanfaatkan sejumlah gerai. Seperti namanya, Siam India menyediakan menu khas India dan Thailand. Ada macan-macam kari yang bisa dipesan. Tadi siang sudah puas makan khas Thailand. Makanya malam ini pesan menu yang berbeda cita rasanya.

Selesai makan kami menghabiskan waktu duduk di tepi sungai. Chao Phraya adalah salah satu jalur transportasi utama di Bangkok. Water bus hilir mudik lalu lalang mengangkut penumpang. Pinggiran sungai ini ditata apik banget. Asik buat nongkron, jalan-jalan, ataupun mau merenung semalaman.

Pengunjung bisa masuk gratis aja ke Asiatique River Front. Tapi kalau mau belanja, makan, atau naik wahana hiburan ya mesti bayar. Sejarahnya, dulu di tempat Asiatique berlokasi pernah berdiri pelabuhan dagang pertama di negeri Siam alias Thailand. Perdagangan internasional negeri ini dimulai ya dari sini ini. Kapal-kapal dagang merapat, dan membawa hasil dagangan dari dan ke seluruh dunia.

Sebagai sarana promosi, sejumlah rute bus air dari dan menuju Asiatique gratis buat penumpang. Dan tentu saja, kami nungguin juga bus air gratisan hehehehe.. Sekalian selama di Bangkok yang cuma satu hari ini memang belum nyobain transportasi air-nya.

Nyoba naik bus air gratisan
naik tuktuk malam hari, ngebutnya minta ampun

Kami naik bus air sampai dermaga yang paling dekat dengan hotel tempat menitipkan barang bawaan. Dari dermaga sambung naik tuktuk karena kaki sudah pegal-pegal kebanyakan jalan kaki dari siang. Naik tuktuk malam hari saat jalanan sudah agak sepi, ngebutnya minta ampun. Sampai ngepot-ngepot karena itu kan kendaraan roda tiga. Anak-anak sampai teriak heboh setiap tuktuk ngepot. Tapi abangnya malah seneng dan ketawa-tawa melihat kami histeris. Mungkin tujuannya tercapai. Yakni membuat momen tak terlupakan bagi penumpang tuktuknya.

Malam itu kami meninggalkan Bangkok menuju Siam Reap, Kamboja. Bangkok, pintu perjalanan darat menuju Indochina, menyelesaikan tugasnya. Dan di bawah ini adalah video perjalanan overland trip Indochina. Dari Bangkok, kami membuka pintu perjalanan darat ke negara Indochina lainnya yakni Kamboja dan Vietnam. Sepuluh hari perjalanan yang mengesankan dan kami syukuri bisa menjalaninya bersama keluarga.

Ajak Anak

Hallo, kami Herwin-Yossie-Lana & Keano, keluarga dengan dua anak penggemar traveling. Backpacking, budget traveling, hiking, & camping bersama anak menjadi favorit kami. Di sini kami berbagi cerita traveling dan pengalaman bertualang. Dan percayalah, bagi anda yang suka traveling dan wisata petualangan, melakukannya bersama anak dan keluarga jauh lebih menantang, sekaligus menyenangkan.

2 komentar pada “Bangkok, Pintu Perjalanan Darat ke Indochina

  • Aku baca ini kok rada sedih yaaaa, segitu kangennya Ama Bangkok :(. Padahal trakhir kesana nov 2019 kmrn Ama temen2.

    Ga pernah ada rasa bosen ya mba kalo udh ke Thailand. Mau Bangkok, Chiang Rai, ato kota lainnya :).

    Liat makanan di Usman halak, aku ngileeer hahahahaha. Ntr kalo ke Bangkok mau cobain ah.

    Eh, samaaaa, akupun sampe skr ga tertarik ke grand palace. Blm prnh masuk. Krn kalo aku baca, udhlah tiketnya mahaaaaal, tp isinya aku ga terlalu tertarik sih kalo liat begitu. Makany pas ke Bangkok, ga pgn masuk. Mnding liat2 yg lain 😀

    Btw mba, Kiano ganteng ih :D. Sukaaa liat gaya2nya di foto dan rambut ikalnya yg berantakan tp bagus jatuhnya 🙂

    Balas
  • Ajak Anak

    Iya, suasana Bangkok seru banget buat yang seneng traveling. Nulis ini sambil inget kenangan kemana-mana masih bebas tergantung ke mana kaki mau melangkah.
    Haha.. itu Keano keliatan masih kecil banget ya. Sekarang rambutnya sudah tambah gondrong. Badannya tambah besar. Makannya tambah banyak. Beruntung juga punya banyak dokumentasi traveling. Jadi punya banyak rekaman pertumbuhan anak-anak hehehehe

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *