AsiaDestinasi

Angkor Wat: Sehari di Keajaiban Dunia dari Kamboja (part 1)

 

Siem Reap, menjadi kota terpenting di Kamboja. Popularitasnya, bagi para turis, mengalahkan ibu kotanya, Phnom Penh. Inilah kota wisata utama Kamboja. Kasusnya mungkin sama kayak di Indonesia, di mana turis manca negara lebih suka ke Bali, dibanding mampir ke Jakarta.

Kami masuk Siem Reap naik bus malam dari Bangkok. Perjalanan ini bagian dari trip jalan darat Phuket-Bangkok-Siem Reap-Phnom Penh-Ho Chi Minh City. Melintasi tiga negara, Thailand, Kamboja, Vietnam –plus Singapura– selama 10 hari. Di sini kalau mau liat rute perjalanan kami waktu itu.

Perbatasan Kamboja – Thailand

Di Siem Reap, ke mana-mana enak naik tuktuk. Beda dengan tuktuk di Thailand yang mirip bajaj, tutktuk di sini berupa becak motor. Sebenernya lebih mirip andong atau dokar, cuma yang narik udah bukan kuda lagi. Tuktuk ini yang membawa kami ke Angkor, daya tarik utama Siem Reap, yang mengundang kedatangan orang-orang manca negara.

Kami buking tuktuk buat ke Angkor, sehari sebelumnya. Ceritanya, waktu kami turun dari bus di Siem Reap –yang membawa kami dari Bangkok– sama busnya dikasih fasilitas tuktuk gratis buat antar semua penumpang ke hotel masing-masing. Ini strategi bagus yang menyenangkan semuanya. Penumpang senang, supir tuktuk senang, dan bus dapat nilai positif jadinya. Toh, dari pemberhentian bus, rata-rata gak terlalu jauh juga buat ke area penginapannya.

Di situlah kami ketemu Mr. Seng, supir tuktuk yang mengantar kami ke Angkor Wat. Setelah mengantar dari pemberhentian bus ke hotel, sebelum balik dia nawarin jasa buat antar ke Angkor Wat dan keliling Siem Reap. Karena sudah penjajakan dan merasa cocok, orangnya ramah dan helpful, akhirnya kami janjian dijemput subuh buat eksplor Angkor Wat. Ya subuh, karena rencananya biar dapat sunrise. Matahari terbit di Angkor katanya sangat keren. Dan kalau lihat-lihat foto di internet atau di IG, emang keren.

Tempat pemberhentian bus Virak Buntham di Siem Reap. Sebelahan dengan Giant Ibis.
Ke Angkor diantar Mr Seng, driver tuktuk yang ramah

Subuh, Mr Seng sudah standby di depan hotel, dan petugas hotel sudah ngasih tahu kalau kami sudah dijemput. Tapi namanya pelesir bawa bocah, kadang, bahkan sering meleset dari waktu yang direncanain. Subuh sih sudah bangun, tapi plus mandi, beres-beres dan lain-lain, ujung-ujungnya hampir jam enam juga berangkatnya. Belum lagi jarak dari kota Siem Reap ke Angkor Wat lumayan jauh. Gagal dah sunrisenya.

Kompleks Angkor, jadi salah satu situs purbakala terbesar di dunia saat ini. Di dalamnya ada banyak candi, termasuk Angkor Wat yang paling populer. Luas kompleks mencapai 400 kilometer persegi. Pada masanya, Angkor adalah kota dengan peradaban modern, pusat Kerajaan Khmer yang berjaya pada abad 9 hingga 14 masehi. Oleh PBB, situs ini dimasukkan dalam jajaran warisan sejarah dunia.

Loket pembelian tiket Angkor Wat.
 

Masuk kawasan Angkor harus membeli tiket. Saking luasnya kawasan, ada beberapa paket tiket yang ditawarkan. Mulai dari tiket harian, 3 hari, sampai seminggu untuk menjelajahinya. Kita bayar di loket, terus difoto, tiket pun diprint dengan foto kita di dalamnya. Harganya lumayan mahal, one day ticket 37 USD untuk orang dewasa. Untuk paket tiket 3 hari dan 7 hari, hitungannya jadi lebih murah. Masing-masing 62 USD dan 72 USD. Ini harga Juli 2017 waktu kami ke sana, dan khusus orang asing. Harga ini adalah harga terbaru, karena baru saja naik di Februari 2017 setelah bertahun-tahun bertahan di harga 20 USD untuk one day ticket. Untuk anak-anak di bawah 12 tahun, gratis dengan menunjukkan paspor.

Loket tiket berada di luar kawasan, masih dekat dari kota Siem Reap. Karena itulah, saran kami mending sewa tuktuk aja seharian. Jadi sekalian Si Babang tuktuk anter mulai dari hotel, ke tempat tiket, masuk kawasan, sampai wara wiri pindah candi. Harap diinget juga, ini kawasan yang sangat luas. Dua kali lebih luas dari kota Depok, Jawa Barat. Sewa tuktuk sehari sekitar 20 USD dan bisa dinaiki hingga 4 orang dewasa. Kalau nggak mau seharian di Angkor, tuktuk juga bisa dipakai keliling sejumlah tempat menarik di kota. Sesuai perjanjian di awal saja, biar sama-sama enak.

Di sini harusnya kami sudah berada saat sunrise. Salah satu spot terbaik untuk hunting sunrise.

Bagi pecinta arkeologi, kawasan Angkor sangat menarik ditelusuri. Bagi kami yang waktunya terbatas untuk keliling –cuma nyiapin waktu satu hari untuk di Angkor– gak cukup untuk datengin semua candi. Tapi minimal kami bisa ajak anak, menginjakkan kaki di beberapa landmark, terutama Angkor Wat, bangunan candi terbesarnya.

Selain Angkor Wat, destinasi populer di komplek Angkor ini biasanya wisatawan ke candi Bayon, candi seribu wajah. Dan juga pastinya yang kesohor dan sayang buat dilewatin, adalah Ta Prohm. Candi yang terkenal karena jadi set lokasi film Tomb Raider yang dibintangin Angelina Jolie. Candi eksotis dengan lilitan batang dan akar pohon yang besar dan tua.

 
Jembatan menuju Angkor Wat

Kota tua Angkor terkenal dengan keindahan detail candi, tata kota yang sistematis lengkap dengan jalan-jalan penghubung, dan tak ketinggalan sistem pengairan dilengkapi kanal yang mereka terapkan. Pada zamannya, semua ini adalah teknologi yang sangat maju. Sebelum ditemukan terbengkalai di tengah hutan, 100 ribu orang pernah tinggal di kota ini, yang tersebar ke sekitar 112 kawasan permukiman bersejarah.

 
 

Kami mulai menjelajah kota tua Angkor dari Angkor Wat. Jalan masuknya melalui jembatan yang membentang di atas kanal. Angkor Wat dibangun pada abad ke 12 sebagai kuil Hindu. Namun di akhir abad 13 fungsinya dialihkan menjadi candi Budha. Lebih dari sekedar tempat ibadah, sejumlah peneliti menyebut bahwa Angkor Wat juga memiliki fungsi sebagai tempat pengamatan langit atau observatorium. Dalam kepercayaan Khmer, astronomi memang dianggap sebagai ilmu suci.

Biksu plus Angkor Wat… amaze!  

Nama Angkor Wat sendiri berasal dari bahasa sansekerta. Angkor berarti negara, Wat artinya kuil atau candi. Memasuki tempat ini saya berasa berada dalam film-film Indiana Jones, ataupun Tomb Raider. Dimana bangunan-bangunan kuno menyimpan misteri dan ruang tersembunyi. Dan katanya nih, memang banyak bagian-bagian yang belum ditemukan dari kompleks Angkor ini, berdasarkan citra satelit hasil penelitian para ahli.

Sebelum keliling, foto dulu di lorong dan dinding Angkor

Kalau bawa anak ke Angkor juga harus waspada, jangan sampai pisah rombongan. Bangunannya yang luas dengan banyak lorong, bisa membuat si kecil tersesat kalau dibiarkan terlalu jauh. Kita juga lumayan repot nyarinya karena bangunan Angkor Wat ini cukup luas. Bangunan Angkor Wat berukuran panjang 1500 meter dan lebar 1300 meter.

Monyet keliaran bebas di Angkor Wat

Waktu ke sana, ketemu banyak monyet keliaran. Anak-anak seneng ngeliatnya. Tapi kalau monyetnya datang rombongan, lumayan bikin takut juga. Khawatirnya mereka ngejar dan nyerang karena pengen makanan yang lagi kita pegang. Tapi ternyata monyetnya tetap cool, dan gak ganggu pengunjung sedikitpun. Cuma tetep harus waspada.

 

Bisa ngapain aja di Angkor? yang paling gampang pastinya foto-foto hehehe… Selain mengagumi bentuk arsitektur serta detail relief-reliefnya. Paling bagus sih, kalau jalan-jalan ke sini bawa anak kita udah paham dulu, minimal baca dulu sejarahnya. Jadi apa yang udah kita baca, bisa kita cari di tempat aslinya, plus sambil dijelasin ke anak-anak. Soalnya, mereka bisa jadi bakal bosan kalau cuma diajak liat-liat bangunan aja. Fakta-fakta kalau tempat ini adalah kota paling modern dulunya, serta sejarah penemuan reruntuhan kota di tengah hutan, bakal membangun imajinasi yang asik saat berkeliling.

Buat orang awam kayak saya, menara Angkor Wat, mengingatkan akan candi Prambanan di tanah air. Sementara, para ahli juga menyatakan, sejumlah relief di Angkor Wat memiliki kesamaan dengan candi Borobudur. Salah satu sebabnya, interaksi antara warga Kamboja dengan penduduk Jawa sudah ada sejak abad ke 6. Ini berdasarkan catatan beberapa prasasti. Interaksi itu terjalin lewat kegiatan perdagangan.

Seperti juga di Prambanan atau Borobudur, struktur candi di sini berundak. Di bagian puncak ada satu menara tertinggi. Waktu ke sana, pengunjung gak boleh menaikinya. Mungkin karena ada kegiatan ibadah. Soalnya saya melihat banyak bhiksu yang baru turun dari puncaknya.

Jadinya, kami menyusuri lorong yang mengelilingi menara puncak. Adem juga di dalam. Dan yang pasti, bagus untuk foto-foto. Kisi-kisi berukuran besar menghiasai dinding lorong yang memungkinkan cahaya masuk meneranginya.
 

Di pelataran sekitar menara puncak adalah tempat tertinggi yang bisa dicapai saat itu. Beberapa bagian sedang direstorasi. Mungkin ini juga yang membuat pengunjung umum dibatasi naik menara. Duduk-duduk di sini, cari tempat adem sambil lihatin anak bermain, dengan latar puncak Angkor Wat, jadi pengalaman langka dan berharga.

Di pelataran juga biasa digelar tarian tradisional bangsa Khmer. Aksesoris yang mereka kenakan mirip dengan penari Thailand. Sayangnya kami telat nonton. Begitu sampai, pertunjukan baru saja usai. Pertunjukan ini gratis. Setelah menari, pengunjung bisa foto-foto sama mereka, cuma yang ini bayar ya, nggak gratis lagi.

Sementara di bagian dalam kuil, ada bangunan kolam yang sudah tak lagi diisi air. Saya ngebayangin, kuil ini dulu pasti keren banget, ketika masih difungsikan dan banyak orang-orang berpakaian tradisional lalu lalang di sekitar kolam.

Area sekitar kolam kini banyak digunakan beristirahat oleh pengunjung. Di beberapa titik ada biksu yang duduk menggelar ‘lapak’. Biksu sangat dihormati dan dianggap suci oleh orang Kamboja. Biasanya, warga lokal memohon dipanjatkan doa atas keinginan-keinginan mereka. Setelah itu mereka akan memberi donasi kepada para biksu ini. Hal ini sama seperti yang saya lihat di Thailand. Warga setempat yang sebagian besar umat Budha berderma untuk mencukupi kebutuhan biksu sehari-hari.

 
Capek keliling candi, kita bisa melipir ke pinggir lokasi. Ke area yang dekat danau, tapi masih di dalam pagar komplek Angkor Wat. Area ini adalah salah satu spot terbaik buat hunting foto sunrise. Jadi gak heran kalau di Angkor ketemu fotografer, dari kelas profesional sampai amatiran seliweran di sini. Dari bule sampai muka Asia, semua nenteng kamera.
 
Di sini, di area dekat danau, juga banyak warung yang menyediakan makanan dan minuman. Es Kelapa jadi menu jagoan. Maklum, Kamboja itu sangat panas kayak di Jakarta. Bisa jadi lebih panas. Apalagi, sekeliling kuil adalah tanah lapang yang luas. Jadi berjalan melintasinya di tengah hari bolong, ibarat kata nantangin matahari. Kalau yang takut kulitnya terbakar, disarankan banget pake sunblock, kaos lengan panjang dan topi. Saya sih gak nyaranin pake payung. Karena payung mengganggu pengunjung lain saat kita jalan berdesakan. Fyi, turis berpayung adalah mereka yang paling disebelin oleh para tour leader atau tour guide. Gak mau juga kan, kalau kita jalan di belakang orang berpayung, terus jari-jari payungnya mengarah ke muka kita saat antrean lagi lucu-lucunya.
 

Ini beneran dah spot warungnya mirip sama di Indonesia. Kalau aja mereka ngomong pakai bahasa jawa, gak ada bedanya sama jalan-jalan di Jogja. Sempet istirahat di warung sambil minum-minuman dingin, perjalanan dilanjut kembali. Naik tuktuk lagi. Ketemu Mr Seng tukang tuktuk di mana dia sudah janji menunggu, di tempat pemberhentian tuk-tuk dan kendaraan lainnya.  Menuju kuil selanjutnya

Di Angkor Wat, selain menikmati candi dengan relief-reliefnya, sebenernya di sini paling bagus kita bisa menyaksikan sunrise dan sunset. Sayangnya, kami telat ngejar sunrise, dan setelah dihitung-hitung (waktu, tenaga, mata, cuaca dll) kelamaan juga kalau nungguin sampai sunset. Jadi dinikmati ajalah ya yang ada di depan mata.

***

bersambung…
Candi Bayon, Candi seribu wajah

Ajak Anak

Hallo, kami Herwin-Yossie-Lana & Keano, keluarga dengan dua anak penggemar traveling. Backpacking, budget traveling, hiking, & camping bersama anak menjadi favorit kami. Di sini kami berbagi cerita traveling dan pengalaman bertualang. Dan percayalah, bagi anda yang suka traveling dan wisata petualangan, melakukannya bersama anak dan keluarga jauh lebih menantang, sekaligus menyenangkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *